
Oleh : M. Salman Umar
Dari sekian banyak Hadis yang berkaitan dengan bulan Ramadan, Ada salah satu hadis yang membuat kita ketar-ketir. Yaitu hadis menceritakan bahwa di suatu kesempatan malaikat Jibril mendatangi Baginda Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallama. Langsung saja kita baca redaksi hadisnya,
وَعَن كَعْب بن عجْرَة رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم احْضُرُوا الْمِنْبَر فَحَضَرْنَا فَلَمَّا ارْتَقَى دَرَجَة قَالَ آمِين فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَةَ الثَّانِيَةَ قَالَ آمين فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَة الثَّالِثَة قَالَ آمين فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا رَسُولَ الله لَقَدْ سَمِعْنَا مِنْكَ الْيَوْمَ شَيْئًا مَا كُنَّا نَسْمَعُهُ قَالَ إِنَّ جِبْرِيلَ عليه السلام عَرَضَ لِيْ فَقَالَ بَعُدَ مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ قُلْتُ آمِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الثَّانِيَة قَالَ بَعُدَ مَنْ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْك فَقُلْتُ آمِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الثَّالِثَةَ قَالَ بَعُدَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ الْكِبَرُ عِنْدَهُ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ قُلْتُ آمِيْن، رَوَاهُ الْحَاكِم وَقَالَ صَحِيحُ الإِسْنَادِ.
“Dari sahabat Ka’b bin ‘Ujrah Raḍiyallāhu anhu berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Pergilah ke mimbar”, maka kami pun bergegas menuju mimbar. Kemudian ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallama naik ke anak tangga pertama mimbar, Beliau berkata “Amin”, lalu, saat Beliau naik ke anak tangga yang kedua, Beliau berkata “Amin”, dan tatkala ia naik ke anak tangga yang ketiga, Beliau juga berkata “Amin”. Hingga pada waktu Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallama turun dari mimbar kami bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah kami mendengar darimu pada hari ini sesuatu yang kami tidak pernah mendengarnya sebelumnya”. Rasulullah ṣallallāhu alaihi wa sallama pun berkata, “Sungguh Jibril telah mendatangiku seraya berkata, “Semoga dijauhkan orang yang menemui bulan Ramadhan kemudian ia tidak diampuni”, maka aku berkata, “Amin”. Kemudian, ketika aku menaiki anak tangga mimbar yang kedua ia berkata, “Semoga dijauhkan orang yang namamu disebut di hadapannya kemudian ia tidak berselawat kepadamu”, maka aku katakan “Amin”. Lalu, saat aku menaiki anak tangga mimbar yang ketiga ia berkata, “Semoga dijauhkan orang yang mendapati kedua orang tuanya dalam keadaan tua atau salah satu dari keduanya kemudian kedua orang tuanya tidak memasukkannya ke dalam surga”, maka aku katakan, “Amin””.
Inilah yang membuat ketar-ketir ketika membaca atau mendengar hadis tersebut. Ada beberapa interpretasi terkait kata “ba’uda” yang menjadi doa malaikat Jibril untuk ketiga orang yang disebut hadis. Salah satunya ialah semoga Allah binasakan. Akan tetapi makna ini ketika kata tersebut dibaca “ba’ida” sebagaimana dalam firman Allah,
كَاَنْ لَّمْ يَغْنَوْا فِيْهَا ۗ اَلَا بُعْدًا لِّمَدْيَنَ كَمَا بَعِدَتْ ثَمُوْدُ ࣖ ( هود/11: 95)
“Ingatlah, (penduduk) Madyan binasa sebagaimana juga (kaum) Samud.” (Hud/11:95)
Selain itu, bisa juga bermakna semoga Allah jauhkan dari rahmat dan kemurahan-Nya dengan dibaca “ba’uda”. Menakutkan sekali bukan?
Lantas, siapa mereka orang yang menjumpai Ramadan tapi tidak mendapatkan ampunan karenanya? Mereka adalah orang-orang yang tidak menjalankan tugasnya di bulan Ramadan, yakni berpuasa di siang hari dan salat di malam harinya dengan disertai keimanan dan keikhlasan. Mereka inilah orang-orang yang di doakan malaikat Jibril untuk dijauhkan Allah dari rahmatnya dan dibinasakan Allah.
Meski begitu, jangan putus asa dulu bagi mereka yang belum berkesempatan untuk menggugah hatinya. Kenapa? Karena masih ada interpretasi lain yang menghibur hati tatkala kita mendengar hadis tersebut. Jadi ada sebuah riwayat yang puncaknya sampai kepada Imam Abu Hanifah, riwayat tersebut diceritakan oleh Imam Abu Ḥafṣ al-Nasafī, dari gurunya Imam Ismail bin Muhammad al-Nūḥī, beliau menceritakan dari Imam Abdul Aziz bin Ahmad al-Ḥalwānī, beliau menceritakan dari Imam Abu Hanifah bahwa pada satu kesempatan Imam Abu Hanifah pernah ditanya, “kenapa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallama mendoakan keburukan kepada tiga golongan tersebut, padahal beliau adalah nabi pembawa rahmat?”. Imam Abu Hanifah pun menjawab, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallama tidak mendoakan keburukan, mengapa kalian mengatakan bahwa doa tersebut adalah doa buruk?”. Mereka yang bertanya balik menjawab. “Karena beliau berdoa “semoga Allah jauhkan””. Kemudian Imam Abu Hanifah bertanya lagi, “hal apa yang dijauhkan Allah dari tiga golongan tersebut?”. Mereka menjawab, “rahmat dan kemurahan Allah”. Lalu Imam Abu Hanifah kembali bertanya, “apa dalil atas hal itu?”. Sebab mereka yang bertanya merasa bahwa interpretasi mereka tidak sesuai dengan interpretasi Imam Abu Hanifah, akhirnya mereka bertanya kepada Imam Abu Hanifah, “Lalu apa maknanya?”. Imam Abu Hanifah pun menjawab, “Maknanya -Allah yang lebih tahu- adalah barang siapa termasuk ke dalam tiga golongan tersebut maka berhak mendapat ancaman, dan maksud “semoga Allah jauhkan mereka” ialah dijauhkan dari ancaman tersebut. Doa ini tentunya bukan doa keburukan, melainkan doa kebaikan”.
Selain itu, masih ada juga riwayat yang menceritakan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallama telah membuat perjanjian dengan Allah yang isinya, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku ini juga manusia yang bisa marah sebagaimana marahnya manusia, oleh karena itu, manakala aku mengutuk dan melaknat seorang hamba yang muslim saat aku marah maka jadikanlah hal itu sebagai rahmat dan kemurahan baginya”, dan Allah menyetujuinya. Maka, jangan berputus asa di detik-detik akhir bulan Ramadan, tetaplah berusaha untuk memperbaiki semaksimal mungkin di sisa waktu yang ada, mungkin saja amal pada detik-detik akhir ini yang menjadikan Allah meridaimu. Aminnn.