Menu

Dark Mode
Keputusan Halaqoh Kebangsaan dan Ijma’ Ulama Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk Perubahan Indonesia Tentang Keharusan Memilih Pasangan Capres-Cawapres AMIN Berdasarkan Dalil Syar’i di Pondok Pesantren MUS Sarang Rembang Makna Jihad Membela Tanah Air di Era 5.0 MERAPATKAN BARISAN UNTUK PEMENANGAN AMIN DALAM PERSPEKTIF SYAR’I HUKUM MENYINGKAT KALIMAT THOYYIBAH! Meredam Fanatik ; Menguatkan Persatuan Dalam Pesta Politik. MENYAMBUT TAHUN POLITIK: HINDARI KONFLIK, PAKAI EMPATIK Setelah Komunisme,Masih Ada Kapitalisme Yang Perlu Dilawan! Malam Penuh Cinta Kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. MENGKAJI FIKIH DALAM PEMBERONTAKAN G30SPKI Sudahkah Kita Cinta Kepada Rasulullah? MEWASPADAI KEBANGKITAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA SEJARAH PKI PECI PUTIH; NUANSA BARU DALAM JAMA’AH MAKTUBAH Menyorot Fenomena Paham Islam-Kiri di Indonesia: Konvergensi atau Paradoks? KEBOHONGAN CITA-CITA MARXISME PRINSIP PENGELOLAAN HAK KEPEMILIKAN INDIVIDU DALAM ISLAM ; Menolak Tawaran Komunisme dalam Melawan Kapitalisme Kerusakan Ideologi Marxisme Perspektif Teologi Islam JEJAK HITAM PKI DARI IDELOGI KOMUNIS HINGGA SEJARAH KEJAHATAN DAN PENGIANATAN G30S Ku Putuskan Untuk …. Knock Out Rebahan ; Bangkit Sambut Masa Depan Ny. Hj. Chalimah Abdurrochim : Ibunda Hebat Di Balik Pengasuh PP. MUS Sarang BELA NEGARA INDONESIA MENURUT PANDANGAN ISLAM Esensi Sholawat Nabi Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin” Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid Muhammad Sang Nabi Pertama

Artikel

PRINSIP PENGELOLAAN HAK KEPEMILIKAN INDIVIDU DALAM ISLAM ; Menolak Tawaran Komunisme dalam Melawan Kapitalisme

badge-check


					PRINSIP PENGELOLAAN HAK KEPEMILIKAN INDIVIDU DALAM ISLAM ; Menolak Tawaran Komunisme dalam Melawan Kapitalisme Perbesar


Oleh : Muhammad Salman Umar*)

Hak kepemilikan pribadi merupakan salah satu dari pada hal yang ingin dihilangkan oleh komunisme. Hak ini dianggap komunisme sebagai biang dari munculnya eksploitasi, konflik sosial dan ketimpangan ekonomi yang muncul sebagai hasil dari penerapan paham kapitalisme yang terlalu mendewakan hak kepemilikan pribadi. Menurut komunisme, hak ini memungkinkan para kapitalis untuk menguasai sarana produksi dan mengeksploitasi tenaga buruh dengan mengambil sebagian besar nilai yang dihasilkan oleh buruh sebagai keuntungan.

Komunisme menerapkan kepemilikan kolektif atau sosialis dalam memonopoli sarana produksi sebagai ganti dari penghapusan hak milik pribadi. Dalam visinya, sarana produksi akan dimiliki dan dikelola bersama oleh masyarakat yang diwakili negara sebagai satu kesatuan, kemudian nilai yang dihasilkan akan didistribusikan secara merata. Bahkan, dalam praktiknya mulai merambah kepada penghapusan hak kepemilikan pribadi konsumsi. Hal ini dapat ditemukan di negara-negara yang mengikuti paham komunisme seperti di Korea Utara. Selain itu, pandangan komunisme juga berpotensi memunculkan birokrasi yang lebih besar dan kurangnya insentif untuk inovasi dan produktivitas individu.

Hal ini, tentunya berbeda dengan sistem yang diterapkan dalam agama Islam. Sistem yang diterapkan agama Islam merupakan sistem yang paling bijaksana dan moderat. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT. :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

Artinya : “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. al-Baqarah : 183)

Sikap moderat ditunjukkan Islam dengan mengukuhkan kepemilikan pribadi serta mengajarkan prinsip-prinsip pengelolaannya yang menjamin keadilan sosial sebagaimana apa yang akan dibicarakan nanti.

Asas Fundamental Hak Kepemilikan Individu dalam Islam

Dr. Said Ramadhan al-Buthi di dalam bukunya yang berjudul al-madzhab al-iqtishodiy baina as-Syuyuuiyyah wal Islam mengatakan bahwa “sistem-sistem syariat Islam dengan keragaman cabang-cabangnya bersumber dari fitrah asli manusia, dengan arti bahwasanya dorongan-dorongan fitrah punya peran dalam menyusun garis lajur terhadap syariat Islam”. Hal ini menjadi keistimewaan tersendiri bagi ajaran Islam dari pada ajaran-ajaran yang lain. Dalil bahwa ajaran agama Islam terbentuk sesuai karakter fitrah manusia dan selaras dengan sepenuhnya yaitu firman Allah SWT dalam surat ar-Rum : 30 yang artinya :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Jika demikian lantas motif apa yang menjadikan syariat Islam diturunkan? Padahal bukankah cukup disesuaikan saja dengan fitrah manusia? Perlu dipahami bahwa meskipun manusia diciptakan sesuai fitrahnya yakni sebagai makhluk yang memiliki daya untuk menerima kebenaran dengan penggunaan akal dan nalar yang benar, manusia dalam fase tumbuh kembangnya tidak luput dari godaan setan yang mengalihkan manusia dari fitrahnya. Oleh karena itu syariat Islam diturunkan sebagai pembimbing yang mendidik dan mengarahkan manusia untuk kembali ke fitrah dan tabiat aslinya.

Salah satu pilar fundamental di dalam sistem ekonomi Islam adalah mengakui dan menjaga hak kepemilikan pribadi beserta menjamin keadilan sosial. Pengakuan dan penjagaan hak kepemilikan pribadi merupakan bentuk implementasi pemenuhan naluri alami manusia serta penguatan terhadap naluriah manusia itu sendiri, sedangkan menjamin keadilan sosial mewakili aspek upaya dalam mendidik naluri ini. Hak kepemilikan termasuk hasrat naluriah terpenting yang melekat dalam diri manusia. Hal ini berlandaskan pada kenyataan bahwa Seorang bayi yang baru lahir hampir tidak membutuhkan waktu lama untuk mulai menunjukkan alam bawaannya yang cenderung menyukai dan ingin memiliki benda-benda di sekitarnya.  Kemudian saat beranjak menjadi anak yang bisa berjalan,  kita akan menyaksikan anak mengisi kantongnya dengan berbagai mainan dan hal-hal sepele yang akan dibanggakan kepada teman-temannya. Lalu saat bertambah tua dan pikirannya mulai matang, keinginannya beralih dari hal-hal sepele ke barang-barang yang bermanfaat.

Dalam seluruh tahapannya, hal tersebut bukanlah sarana untuk mencapai tujuan lain, misalnya makanan dan minuman, melainkan sebagai suatu sifat yang tidak bergantung pada tujuan apa pun di baliknya. Jika seseorang telah dipenuhi makanan, minuman, pakaian dan tempat bernaung, kemudian seseorang tidak merasa bahwa dia mempunyai sesuatu yang dapat dikuasai dan dapat digunakan, maka rasa haus akan apa yang tidak dirasakan oleh jiwanya akan tetap ada.

Oleh karena itu, dalam agama Islam ada kewajiban mahar pernikahan. Padahal kalau dibandingkan antara jumlah mahar yang diberikan dengan segala macam nafkah yang menjadi tanggungan akibat konsekuensi pernikahan tidaklah seberapa, baik berupa makanan, minuman, pakaian, dan tempat bernaung. Kewajiban mahar tidak lain karena sebagai obat akan kehausan seorang istri yang merasa tidak memiliki dan tidak merdeka dalam pengelolaan segala macam nafkah yang telah diberikan. Dengan adanya kewajiban mahar, seorang istri dapat merasakan rasanya memiliki dan merdeka dalam pengelolaannya.

Prinsip Pengelolaan Hak Kepemilikan Individu dalam Islam

Menurut komunisme, manusia hanya bisa memiliki penghasilan yang layak diterima dari pekerjaannya, dan apa yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Sehingga hal-hal yang dihasilkan oleh sebuah barang yang dimilikinya terutama sarana produksi tidak bisa dimiliki sendiri. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang memberikan apa yang dihasilkan dari sarana produksi dan aset pribadi kepada pemiliknya.

Meskipun demikian, sistem ekonomi Islam juga membuat batas-batas dalam sekup penghasilan individu sarana produksi dengan mengajarkan beberapa prinsip. Di antara prinsip-prinsip yang diajarkan adalah melarang praktik riba dalam pengembangan hasil sarana produksi. Secara sederhana, riba adalah tambahan yang disyaratkan pemberi piutang kepada penghutang sebagai bentuk imbalan adanya jangka waktu dalam pembayaran hutang. Larangan itu merupakan upaya melawan monopoli ekonomi dan eksploitasi yang dilakukan kapitalisme. Praktik riba merupakan bentuk eksploitasi yang menimbulkan kesenjangan ekonomi yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terjerumus pada kemiskinan. Bahkan, riba mendorong manusia menghilangkan rasa kemanusiaannya dengan bersenang-senang di atas derita orang lain.

Prinsip yang diajarkan Islam selanjutnya ialah melarang praktik penimbunan barang pada kondisi krisis untuk dijual dengan harga yang sebab kelangkaannya menjadi sangat fantastis. Praktik penimbunan barang dari pasar sangat menyengsarakan manusia juga bentuk pemadatan barang yang telah Allah ciptakan untuk menopang kehidupan manusia menjadi uang yang hanya dimiliki segelintir orang . Larangan tersebut merupakan bentuk perlawanan kepada praktik monopoli ekonomi serta menghilangkan kesulitan yang mendera umat manusia pada waktu krisis.

Prinsip yang ketiga ialah tidak mengenal adanya kelas dan gap antara buruh maupun pemodal. Islam membentuk hubungan antara pemodal dan buruh sebagai saudara sehingga di antara keduanya muncul rasa kebersamaan. Rasulullah SAW. bersabda :

إِنَّ إِخْوَانَكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

Artinya : “Sesungguhnya saudara-saudara kalian adalah tanggungan kalian, Allah menjadikan mereka di bawah tangan kalian, maka siapa yang saudaranya berada di tangannya hendaklah dia memberi makan dari apa yang dia makan dan memberi pakaian dari pakaian yang ia pakai dan janganlah kalian membebani mereka dengan apa yang mereka tidak sanggup. Jika kalian membebani mereka dengan apa yang mereka tidak sanggup maka bantulah mereka”.”

Hadis ini juga mengajarkan tentang seberapa besar upah yang harus diberikan kepada buruh yakni sesuai dengan kebutuhan hidup.

Prinsip yang keempat adalah melarang penipuan dan ketidakjelasan pada praktik-praktik transaksi. Dalam literatur fikih Islam tentang praktik transaksi, didapati bahwa Islam sangat melawan unsur-unsur penipuan (gharar) dengan menetapkan persyaratan ketat dalam transaksi, terutama transaksi yang berhubungan dengan pemodal dan buruh. Perlawanan itu dicontohkan dengan melarang praktik transaksi muzaroah dan mukhobaroh. Kedua praktik ini rawan terjadi penipuan di dalamnya dan banyak mengandung unsur ketidakjelasan sepeti upah yang diterima buruh tergantung sukses dan tidaknya hasil pertanian. Hal ini merugikan buruh ketika hasil pertanian tidak memuaskan dan sukses, karena buruh sudah mencurahkan tenaganya sekeras mungkin tapi upah yang didapatnya ternyata di bawah upah minimum kerja. Selain itu, dijelaskan juga hak-hak buruh yang harus dijaga seperti makan, minum, dan beribadah saat jam kerja. Dari sini tampak sebuah fakta di mana Islam menjelaskan bahwa hal-hal tersebut tidak mengurangi upah kerja karena merupakan kebutuhan-kebutuhan primer, sehingga tidak dianggap sebagai bentuk pengurangan jam kerja.

Dengan menjaga prinsip-prinsip ini, tentunya solusi melawan kapitalisme bukanlah menghapus hak kepemilikan pribadi terhadap alat   produksi. Karena hal itu justru merusak naluriah manusia yang tertanam serta bentuk mengobati luka satu pihak dengan memberikan luka di pihak lain. Solusi yang tepat adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh Islam. (……/ppmus.id)

Referensi :

-al-Madzahib al-Iqtishodiyyah bainal Islam was Syuyuuiyyah

-al-Mu’tamad fil fiqhi as-Syafii

-an-Najmu al-Wahhaj

*)Mahasantri MAFJ PP. MUS Sarang Semester 7

Facebook Comments Box


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Esensi Sholawat Nabi

1 October 2024 - 18:53

Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia

30 September 2024 - 18:55

Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin”

24 September 2024 - 16:44

Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah

17 September 2024 - 19:27

Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid

14 September 2024 - 19:30

Trending on Artikel

Discover more from PP. MUS Sarang

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading