Oleh: Abdullah Kafabi
Peradaban manusia telah melewati berbagai ideologi dan sistem pemerintahan yang muncul dan tenggelam sepanjang sejarahnya. Dalam beberapa dekade akhir ini, peradaban global dihadapkan pada dua paham ekonomi utama yaitu kapitalisme dan komunisme. Dua paham ini terlibat dalam persaingan global dan mencapai puncaknya selama abad ke-20 terutama selama periode Perang Dingin (sekitar tahun 1947-1991). Perang Dingin berakhir pada awal 1990-an dengan kekalahan telak pada paham komunisme. Tembok Berlin diruntuhkan. Begitu pun, Uni Soviet sebagai perserikatan Blok Komunis global secara resmi dibubarkan. Negara pecahannya memilih mencari ideologi baru yang lebih bebas hingga sekarang tak ada lagi negara yang menganut komunisme melainkan beberapa saja.
Dengan demikian, maka tantangan terbesar yang kita hadapi sekarang ini adalah ancaman kapitalisme. Harus disadari bahwa kapitalisme tidak kalah bahayanya daripada komunisme. Sekarang ini, paham kapitalisme sudah menggurita di sebagian besar negara dunia. Sekalipun beberapa negara menyebut diri sebagai demokrasi, menganut prinsip-prinsip pro kerakyatan dan semisalnya, tapi fakta lapangan -terakui atau tidak- menunjukkan bahwa negara-negara tersebut memihak pada para taipan-taipan. Para taipan ini membentuk oligopoli, membuat sistem yang memonopoli pasar, dan mengumpulkan kekayaan untuk diri mereka sendiri.
Nilai-Nilai dalam Islam menentang Kapitalisme
Dalam sistem kapitalis, negara hanya berperan minim dalam mengontrol keadaan ekonomi individu warganya sehingga menciptakan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial di antara masyarakat. Berbanding terbalik dengan itu, peran negara dalam sistem komunisme sangat besar. Negara komunis memiliki kontrol penuh atas perekonomian rakyatnya sehingga bisa menghapus kasta sosial dan membuat semua masyarakat sama rata dalam perekonomian.
Sistem yang diajarkan Islam berada di tengah-tengah. Islam mengontrol gap kekayaan dan kemiskinan agar bisa berjalan secara harmoni.
Kontrol gap ini adakalanya melalui aspek rohani dan hubungan sosial.
Dalam aspek rohani, Islam menjaga muslim dari obsesi berlebihan terhadap materi. Hal ini karena rezeki dalam Islam adalah sebuah jaminan pasti yang telah diatur oleh Allah dan tak mungkin berkurang maupun bertambah. Bahkan, banyaknya rezeki hanya menjadi beban hisab di akhirat.
Secara hubungan sosial, Islam menekankan pendistribusian sebagian kekayaan dari orang kaya kepada orang membutuhkan, seperti dalam zakat, sedekah, infak, kafarah, dan lain-lain. Bahkan seluruh umat Islam memiliki kewajiban komunal (fardlu kifayah) untuk membantu anggota masyarakat yang membutuhkan. Hal ini menjelaskan bahwa nilai-nilai universal yang dianut Islam sangat menentang sikap individualisme yang merupakan ruh kapitalisme.
Islam pun mengajarkan agar berbisnis harus diorientasikan sebagai ibadah dan mencari rida dan karunia Allah. Oleh karena itu, segala bentuk bisnis dalam sistem Islam diatur ketat seperti tidak terdapat unsur riba, perjudian, monopoli, penimbunan, merugikan pihak lain dan merusak lingkungan.
Hal ini berbeda dengan kapitalisme yang yang menanamkan orientasi berbisnis adalah mencari profit dan keuntungan materi sebanyak-banyaknya. sehingga segala cara dihalalkan meskipun menimbulkan kerusakan lingkungan dan penderitaan orang lain.
Negara Harus Berperan Melawan Kapitalisme
Negara punya peran terbesar dan vital dalam menolak kapitalisme. Para pemimpin negara harus tahu mereka mengemban tanggung jawab yang sangat besar. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW,
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban tentang orang yang dibawahinya. Penguasa yang memimpin orang banyak kelak akan dimintai pertanggung jawaban tentang rakyatnya” (HR. Imam Bukhari)
Pemimpin negara mengemban amanah untuk membawa semua rakyat menuju kesejahteraan. Bahkan, telah menjadi kaidah dalam Islam bahwa semua arah kebijakan pemimpin harus berpihak kepada kesejahteraan rakyat, atau bahasa Arabnya adalah tasharruful imam manuthun bi maslahatir ra’iyyah. Oleh karena itu, setiap regulasi negara apapun yang merugikan rakyat, maka secara hukum Islam adalah ilegal, batil dan tidak sah.
Menerapkan paham kapitalis dalam negara sering kali akan merugikan dan menimbulkan penderitaan bagi rakyat. Walaupun secara keseluruhan kekuatan perekonomian negara mungkin tumbuh pesat, tapi kenyataan sebenarnya yang merasakan kesejahteraan hanya segelintir saja. Ini sebab dalam teori kapitalisme, pemenang adalah orang-orang dengan modal besar. Modal yang besar membuat para kapitalis bisa bebas menguasai dan mengatur harga pasar dan menggerus keberadaan pemodal yang lebih kecil. Begitu pun, dengan modal besar, para kapitalis bisa memonopoli kepemilikan alat produksi sehingga mereka bisa mengeksploitasi para ploretar (buruh) dengan tidak memberi upah layak. Para buruh pun mau tidak mau menerimanya karena menggantungkan nafkah hidup kepada para kapitalis.
Contoh kecil dampak kapitalisme dapat kita saksikan sendiri bahwa keberadaan toko ritel yang menjamur saat ini telah mendominasi dan menggerus pasar tradisional. Tidak sedikit pedagang kecil yang terpaksa menutup toko karena kalah dalam persaingan. Nasib pedagang kecil dalam contoh ini hanyalah potret cerminan dari mayoritas rakyat negara yang memiliki modal kecil dan terbatas.
Dengan melihat fakta demikian, sudah jelas bahwa kapitalisme adalah ancaman nyata yang menyengsarakan rakyat dan negara wajib menolaknya. Pertanyaannya, mengapa banyak negara yang masih menerapkan paham ini? Faktanya, sudah menjadi rahasia umum bahwa para pemilik modal besar ini membuat hubungan timbal balik dengan para pemangku pemerintahan yang bersedia mendukung mereka. Secara tabiat, orang yang terlibat dalam hubungan timbal balik biasanya cenderung berpihak. Dalam hadis disebutkan,
الانسان عبد الاحسان
“Manusia tidak berdaya dan tunduk di hadapan kebaikan-kebaikan”
Tidak heran kalau hukum negara tak berkutik saat yang berdiri di depan mereka adalah kaum elite dan oligarki. Penegakan hukum yang tumpul ke atas ini lambat laun akan membawa pada kehancuran. Nabi Muhammad bersabda :
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ من قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوْا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيْفُ تَرَكُوْهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوْا عَلَيْهِ الْحَدَّ
“Sesungguhnya faktor penyebab kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah apabila orang yang bangsawan di antara mereka mencuri maka mereka dibiarkan (tidak dihukum), namun apabila yang mencuri adalah rakyat kecil (miskin) maka mereka langsung dihukum.”
Allah melaknat para pemimpin yang gemar terlibat suap menyuap untuk kepentingan tertentu.
Kontribusi Kita melawan Kapitalisme
Sebagai muslim sekaligus warga Indonesia yang mempunyai falsafah gotong royong, kita harus tahu bahwa paham kapitalisme bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam dan Pancasila sebagaimana telah diuraikan. Pertanyaan berikutnya, adakah langkah yang dapat kita lakukan untuk membantu menumbangkan kapitalisme?
Memang benar untuk menumbangkan kapitalisme yang sudah mengakar kuat dalam kehidupan modern dibutuhkan langkah-langkah besar dan kolaboratif dari banyak sekali elemen. Meski demikian, bukan tak ada langkah-langkah kecil yang bisa kita kontribusikan untuk mengurangi dampaknya.
Di antaranya dengan menguatkan keimanan dan mengurangi rasa cinta dunia. Di antaranya lagi adalah dengan menyatukan kekuatan untuk menyaingi perusahaan kapitalis dan mengurangi konsumsi pada produk perusahaan yang menganut kapitalis.