Oleh : Ust. M. Arfan Karim
Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari perjuangan kelompok tokoh agama dan para pengikutnya, artinya para tokoh agama sangat punya perhatian khusus dalam membela tanah air. Membela tanah air sendiri adalah harga mati di kala itu. Sebagaimana ungkapan kalimat dari KH. HASYIM ASY’ARI yang mampu menggerakkan semangat jihad santri–santri dan tokoh agama kala itu. Fatwa Resolusi Jihad fi Sabilillah yang memukul kolonial belanda yang berada di surabaya berbunyi: ”Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu ’ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam (baik Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak) yang berada dalam jarak Iingkaran 94 Km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di Iuar jarak Iingkaran tadi, kewajiban itu menjadi fardlu kifayah yang cukup dikerjakan oleh sebagian orang saja.”
Bela tanah air adalah bentuk memerangi kemungkaran, tindakan yang telah keluar dari perikemanusiaan. Oleh karena itu, seharusnya seorang muslim memahami hak tersebut sebagai perintah wajib, bahkan kala itu haram memakai atribut yang mengindikasikan menyerupai belanda yaitu memakai celana dan juga dasi. Dalam sebuah hadits disebutkan
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari kaum tersebut.”
Bentuk keserupaan ini tentunya adalah bentuk yang menjadi ciri dan corak mereka, bahkan para kyai dulu sampai mem-banned sebuah produk yang alokasi profit-nya menjurus pada sebuah kemaksiatan.
Sekarang, bagaimanakah bentuk dari jihad kita di era 5.0? Bentuk jihad apa yang seharusnya kita prioritaskan untuk kemaslahatan negeri kita?
Jihad secara bahasa mempunyai arti berperang di jalan Allah, memerangi segala bentuk kemungkaran. Sedangkan jihad secara istilah memiliki banyak versi, bukan hanya bermakna perang. Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili, pemahaman jihad yang paling sesuai syariat agama adalah “mencurahkan tenaga dan daya upaya untuk menegakkan agama Allah, baik dengan raga, harta, maupun dengan lisan.” Hal ini sesuai dengan definisi jihad yang diusung oleh Syaikh Muhammad Said Ramadlan Al-Buthi berikut,
أما معنى الجهاد فهو بذل الجهد في سبيل إعلاء كلمة الله وإقامة المجتمع الإسلامي
Makna jihad adalah mengerahkan segala kemampuan untuk menegakkan agama Allah dan menegakkan persatuan umat Islam. Kita sudah menyaksikan banyak bentuk ragam kemungkaran, apalagi di zaman sekarang. Contoh kecil bentuk kemungkaran yang sering kita temui adalah ghibah “menggunjing” yang tak terbatas pada teman duduk yang kita hadapi saja, tapi kerap kali terjadi pada teman yang kita ajak chatting juga. Bertebarannya fitnah dan postingan yang membuka aurat, hoaks, pemikiran atau paham yang berakibat menyesatkan dan lain-lain. Oleh karena itu, kita sebagai orang yang memahami hukum-hukum syariat semestinya berkontribusi untuk membendung dengan berjihad pada kemungkaraan tersebut. Jadi, modal dalam kita berjihad pun juga kita siapkan sedini mungkin, membentengi akidah ahlussunah dari paham-paham dan manuver yang menyesatkan orang awam.
Salah bentuk upaya kita adalah mewarnai dunia maya maupun dunia nyata dengan konten-konten dan ajakan menuju ke jalan yang diridai Allah yang tercermin dalam perbuatan yang mengarah pada masalahat bagi negeri dan bangsa kita. Kita juga harus memberantas ketidaktahuan masyarakat awam tentang hukum-hukum syariat yang vital, aqidah yang menganut paham ahlussunah wal jamaah. Hal ini bisa kita tuangkan dalam bentuk tulisan, konten video dalam medsos yang mana mayoritas masyarakat kita sangat getol dalam mengkonsumsi dunia maya, tentunya hal ini kita sampaikan dengan akhlak yang baik agar dapat diterima masyarakat, tentu makna jihad tidak terkhusus seperti hal-hal yang saya singgung di atas, bahkan lebih banyak dan kompleks.
2 Komentar
👋
…