Oleh : Muhammad Ahsanul Kharis
Pada abad ke-19, telah muncul figur yang berpengaruh di benua Eropa, seorang pemikir politik, filsafat, dan agama. Dia adalah Karl Marx yang berasal dari Jerman. Di masanya dia mengembangkan sebuah gagasan tentang teori Sosialisme lalu tumbuh menjadi doktrin Sosialisme, yang kemudian doktrin tersebut dipopulerkan dengan istilah “Marxisme”. Sebutan Marxisme sendiri merupakan sebutan bagi pembakuan ajaran resmi Karl Marx yang ditemani rekannya Friedrich Engels. Marxisme dalam tahap selanjutnya diidealisasikan menjadi Komunisme. Paham doktrin Marxisme ternyata berkembang dan melakukan aksi-aksi politik. Pergerakannya ternyata menginspirasi tokoh-tokoh kemerdekaan negara jajahan untuk memerdekakan dirinya termasuk tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Sehingga beberapa tokoh yang telah mempercayai doktrin dari marxisme itu, tidak memiliki kepercayaan atas tuhan dan Agama, seperti gagasan Karl Marx yang terkenal bahwa “Agama adalah candu bagi Masyarakat”.
Latar belakang epigram Karl Marx yang berbunyi “Agama adalah candu bagi Masyarakat” itu karena Karl melihat dunia ini telah dikuasai oleh kaum Kapitalisme, sebab kemunculan sistem kapitalisme telah membawa perubahan besar pada masyarakat Eropa terutama pada level produksi massal. Mereka yang hidup bergelimangan harta, dan mempunyai kekuasan yang kuat masuk pada kalangan kapitalis, sedangkan masyarakat yang hidup dalam ekonomi kelas bawah, terpaksa harus bekerja dan diperbudak menjadi buruh dengan upah yang rendah, sehingga tidak hayal dengan penekanan seperti itu hidup mereka tetap miskin, inilah yang disebut masyarakat Proletar pada masa itu. Masyarakat Proletar yang semakin tertindas hidupnya, mereka mulai pasrah dengan keadaan yang ada, kemudian dari mereka banyak yang mendekatkan diri kepada institusi agama. Dari pengamatan tersebut akhirnya Karl mengkritik kalau dalam Agama itu diajarkan pasrah dengan keadaan, merasakan kedamaian yang semu, sehingga waktu senggang mereka digunakan untuk beribadah tanpa mau berfikir mendalam untuk melawan sistem kapitalis. Oleh sebab itu Karl dan Engles membentuk organisasi serikat pekerja yang beranggotakan dari berbagai Negara di seluruh dunia. Karl sangat mengatur kehidupan masyarakat bawah dengan memberikan pemahaman pentingnya untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang membuat semangat dengan etos kerja agraris, mempunyai pola kemiliteran, pemikiran kritis, dan berfilsafat agar aktif dalam berpolitik.
Terlihat secara sekilas Karl Marx memang berbeda dengan filsuf-filsuf yang lain, Karl Marx kelihatannya mempunyai sikap peduli, pembelaan terhadap masyarakat proletar, mempunyai keinginan yang muluk-muluk, dan tawaran yang baik, namun kenyataannya hal itu menyedihkan. Mengetahui kebohongan yang demikian menjadikan Ideologi Marxisme ditolak di Indonesia, dan tidak boleh diajarkan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. Sebab Karl Marx dianggap pemikir yang egois, bahkan dicap buruk karena telah mengajarkan pemahaman yang jauh dari ajaran Islam, seperti berjuang melakukan perlawanan terhadap penguasa seperti peristiwa pada tahun 1948 di Madiun, yang mana kaum muslimin Indonesia berdiri berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) karena dua alasan. Pertama, karena PKI di bawah pimpinan Muso berusaha menggulingkan pemerintahan Republik Indonesia yang didirikan oleh bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kedua, karena banyak pemuka agama Islam dan ulama yang terbunuh, seperti kalangan pengasuh Pesantren Takeran yang hanya terletak beberapa kilometer di luar kota Madiun sendiri. Kiai Mursyid dan sesama kiai pesantren tersebut hingga saat ini belum diketahui di mana dikuburkan. Dengan tindakan bengis, sudah sepantasnya PKI di Indonesia dikatakan sebagai bughat, karena dalam kitab Asnal-Mathalib Syarh Raudh Ath-Thalib dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Bughat adalah sekelompok orang (atau organisasi) yang keluar atau membangkang terhadap pemerintah dengan mengacu pada takwil yang salah, serta memiliki kekuatan (syaukah) yang terorganisir. Meskipun PKI memberontak dengan meraih tujuan duniawi pun itu juga selaras dengan takrif yang ada dalam kitab Al-Iqnâ’ fi Hâlli Alfâdzi Abi Syujâ’ dan Ibnu Hazm dalam al-Muhallâ-nya XI/97-98. Diperkuat lagi oleh ulama mazhab Hanbali bahwa kendati pemerintahnya zalim (tidak adil) dan para pembangkang tersebut tidak memiliki seorang pemimpin tetap layak diberi label bughat, keterangan dalam kitab Syarh al-Muntahâ 4/114. Indikator lain mengenai penyimpangan PKI adalah pemberontakan yang dilakukan akan menyebabkan kemungkaran baru, sedangkan syarat dalam nahi-munkar adalah harus tidak menyebabkan kemungkaran baru yang efeknya lebih parah dan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, demikian menurut Syekh Abdul Qadir ‘Audah dalam kitabnya, at-Tasyri’ al-Jina’i.
Penyimpangan pemikiran Karl Marx dengan islam yang lain adalah bahwa manusia sebenarnya memiliki semangat kebebasan yang abadi, jelas ini menyalahi menurut ajaran formal Islam, pengaturan kehidupan bermasyarakat harus diselaraskan dengan semua ketentuan-ketentuan wahyu yang datang dari Allah. Pengaturan hidup secara revelational (walaupun memiliki wawasan pragmatis dan rasionalnya sendiri untuk dapat menampung aspirasi kehidupan nyata), bagaimanapun juga tidak mungkin akan berdamai sepenuhnya dengan gagasan pengaturan masyarakat secara rasional sepenuhnya. Selain itu Ideologinya tidak dapat dipertemukan dengan Islam. Marxisme adalah doktrin politik yang dilandaskan pada filsafat materialisme. Sedangkan Islam betapa pun adalah sebuah agama yang betapa praktisnya, sekalipun dalam urusan keduniaan, masih harus mendasarkan dirinya pada spiritualisme dan kepercayaan akan sesuatu yang secara empiris sudah tentu tidak dapat dibuktikan. Sebuah aspek lain dari pertentangan ideologis antara Islam dan Marxisme dapat dilihat pada fungsi kemasyarakatan masing-masing. Dalam kerangka ini, Marxisme berusaha mengatur kehidupan bermasyarakat secara menyeluruh atas wawasan-wawasan rasional belaka, sedangkan Islam justru menolak sekularisme seperti itu.
Seandainya masyarakat Eropa saat itu mau melihat nilai konsep sosial dan filosofi dalam keislaman, bisa jadi mereka akan melihat Marxisme jauh ketinggalan zaman. Islam mengajarkan nilai kemanusian, sebagai hamba yang diberikan kebebasan menentukan hidup dan Agama menyediakan rambu sebagai aturan yang menyelaraskan kehidupan atas dasar persamaan hak dimata Tuhan tanpa menghilangkan nilai ketuhanan dan spiritualitas, Islam meniadakan perbudakan, islam sudah dari dulu telah melancarkan semangat pembebasan dan penghapusan atas sistem perbudakan, islam juga telah mengupayakan sejumlah cara dalam menghapus perbudakan, dalam kitab Tarikh At-Tasyri’ Al-Islami disana dijelaskan “Islam kemudian getol mengampanyekan pembebasan budak dan penghapusan perbudakan dengan sejumlah jalan”. Bahkan dalam konsep Islam manusia adalah sama kecuali ketaqwaannya dimata Allah SWT, dan masih banyak lagi dapat dikembangkan oleh pemikir-pemikir Islam merujuk pada Al-Quran dan Hadist.
Referensi:
Kitab Asnal-Mathalib Syarh Raudh Ath-Thalib Juz 4
Kitab al-Iqnâ’ fi Hâlli Alfâdzi Abi Syujâ’
Kitab Ibnu Hazm dalam al-Muhallâ
Kitab Syarh al-Muntahâ juz 4
Kitab At-Tasyri’ al-Jina’i
Kitab Tarikh At-Tasyri’ Al-Islami
Franz, M.-S. (1999). Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fromm, E. (2004). Konsep Manusia Menurut Marx. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kusumandaru, K. B. (2004). Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme : Sanggahan Terhadap Franz Magnis-Suseno. Yogyakarta: Resist.
Lefebvre, H. (2015). Seri Panduan Marxisme. Yogyakarta: Jalasutra.
https://nu.or.id/taushiyah/pandangan-islam-tentang-marxisme-leninisme-R4rTA
https://www.researchgate.net/publication/348234748_marxisme_ideologi_Kaum_tertindas