
Syariat telah memberikan aturan dalam tata cara beribadah yang sah dan benar. Oleh karena itu, semangat beribadah juga harus diimbangi dengan pengetahuan dan kepedulian akan keabsahannya. Tanpa kepeduliaan ini, tentu saja ibadah akan menjadi awur-awuran dan hasilnya dia tidak mendapat pahala bahkan menjadi dosa.
Salah satu di antaranya yang wajib dipedulikan di bulan Romadhan ini adalah menjaga bacaan Al-Fatihah dan thuma’ninah dalam shalat, khususnya bagi para imam shalat tarawih kilat. Di Indonesia, tarawih kilat ini adalah istilah untuk tarawih yang dilakukan dengan cepat. Konon di sebagian daerah, ada jamaah tarawih yang menyelesaikan 20 rakaat dalam kurang dari 10 menit.
Hal ini penting disikapi secara serius karena apabila imam tidak menjaga rukun shalat secara teliti seperti bacaan fatihah yang benar atau thuma’ninah dalam ruku’ atau sujud maka shalat tersebut tidak sah secara fikih. Dalam hadis, hal tersebut merupakan bentuk pencurian atas shalat. Nabi bersabda,
أسرَقُ النّاسِ الَّذي يسرِقُ صلاتَهُ قيلَ: يا رسولَ اللَّهِ كيفَ يسرقُ صلاتَهُ؟ قالَ: لا يتمُّ رُكوعَها ولا سجودَها
“Pencuri yang paling buruk adalah pencuri dalam shalat.” Lalu sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah mencuri dalam shalat itu?”. Nabi bersabda, “dengan tidak menyempurnakan rukuk atau sujudnya” (HR. Imam Thabarani)
Hukum melaksanakan tarawih kilat yang tidak menjaga rukun shalat tersebut adalah haram, baik imam maupun makmum. Imam Abdullah bin al-Haddad mewanti-mewanti mengenai hal ini. Beliau berkata dalam al-Nashaih al-Diniyyah, “Waspadailah shalat yang terlalu cepat yang sering dilakukan para imam jahil pada shalat tarawih yang barangkali melewatkan sebagian rukun seperti tidak thuma’ninah dalam rukuk atau sujud atau surat fatihah dengan benar”.
Dalam keadaan tersebut, lebih dianjurkan shalat sendiri daripada berjamaah bahkan bisa saja dia haram ikut pada jamaah tersebut apabila ada keyakinan atau dugaan kuat bahwa imam tidak menyempurnakan rukun.
📚 Rujukan :
- Al-Nashāih al-Diniyyah wa al-Washāyā al-Imāniyyah. Syaikh Abdullah bin Alawī al-Haddād. Darul Hawi. Hal. 175
- Bughyat al-Mustarsyidiin fi Talkhisi Fatawa Ba’dl al-Aimmah minal Muta’akhhirin. Syaikh Abdurrohman bin Muhammad al-Masyhur. Darul Faqih. Juz 2. Hal. 198