Menu

Dark Mode
Keputusan Halaqoh Kebangsaan dan Ijma’ Ulama Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk Perubahan Indonesia Tentang Keharusan Memilih Pasangan Capres-Cawapres AMIN Berdasarkan Dalil Syar’i di Pondok Pesantren MUS Sarang Rembang Makna Jihad Membela Tanah Air di Era 5.0 MERAPATKAN BARISAN UNTUK PEMENANGAN AMIN DALAM PERSPEKTIF SYAR’I HUKUM MENYINGKAT KALIMAT THOYYIBAH! Meredam Fanatik ; Menguatkan Persatuan Dalam Pesta Politik. MENYAMBUT TAHUN POLITIK: HINDARI KONFLIK, PAKAI EMPATIK Setelah Komunisme,Masih Ada Kapitalisme Yang Perlu Dilawan! Malam Penuh Cinta Kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. MENGKAJI FIKIH DALAM PEMBERONTAKAN G30SPKI Sudahkah Kita Cinta Kepada Rasulullah? MEWASPADAI KEBANGKITAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA SEJARAH PKI PECI PUTIH; NUANSA BARU DALAM JAMA’AH MAKTUBAH Menyorot Fenomena Paham Islam-Kiri di Indonesia: Konvergensi atau Paradoks? KEBOHONGAN CITA-CITA MARXISME PRINSIP PENGELOLAAN HAK KEPEMILIKAN INDIVIDU DALAM ISLAM ; Menolak Tawaran Komunisme dalam Melawan Kapitalisme Kerusakan Ideologi Marxisme Perspektif Teologi Islam JEJAK HITAM PKI DARI IDELOGI KOMUNIS HINGGA SEJARAH KEJAHATAN DAN PENGIANATAN G30S Ku Putuskan Untuk …. Knock Out Rebahan ; Bangkit Sambut Masa Depan Ny. Hj. Chalimah Abdurrochim : Ibunda Hebat Di Balik Pengasuh PP. MUS Sarang BELA NEGARA INDONESIA MENURUT PANDANGAN ISLAM Esensi Sholawat Nabi Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin” Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid Muhammad Sang Nabi Pertama

Artikel

Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid

badge-check


					Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid Perbesar


Oleh : Ust. M. Sholahuddin ( Ustadz Takhrij 3 Tsnanawiyyah)

Berbicara tentang maulid nabi sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat, sekalipun mereka orang awam. Tidak hanya di Jawa atau Nusantara, bahkan seluruh penjuru negara juga ada tradisi perayaan maulid nabi bahkan lebih semarak dan megah dari pada di Jawa. Saking maraknya perayaan maulid nabi, sampai sebagian kelompok wahabi yang awalnya mereka melarang perayaan tersebut akhirnya banyak dari mereka yang tidak melarangnya lagi.

Perayaan ini sebagai bentuk wujud syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bentuk ekspresi kecintaan kita kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama yang sebab beliaulah manusia dan alam semesta ini di ciptakan, karena tidak ada nikmat yang besar kecuali kita diciptakan di dunia ini dalam keadaan iman bisa mengenal Tuhan dan mengenal Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama. Dalam syair -bahar kamil- dikatakan:

وَاعْلَمْ بِأَنَّ مَنْ أَحَبَّ أَحْمَدَا # لَابُدَّ أَنْ يَهْوَى اسْمَهُ مُرَدِّدَا

لِذَاكَ أَهْلُ الْعِلْمِ سَنُّوا الْمَوْلِدَا # مِنْ بَعْدِهِ فَكَانَ أَمْرًا رَشَدَا

Ternyata sebelum kita merayakan maulid nabi, nabi sendiri sudah merayakan hari kelahiran beliau dengan cara berpuasa pada hari seni. Dan tradisi kita, merayakan maulid nabi dengan cara membaca kasidah, sholawat, pujian-pujian yang berisi tentang sejarah mulai kelahiran nabi sampai akhir hayat beliau, kemudian di lanjut dengan sedekah dan amal baik yang lainya itu juga termasuk kategori merayakan maulid nabi. Karena poros dari maulid adalah ungkapan syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat lahirnya nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama, sehingga peringatan tersebut cukup dan bisa kita isi dengan melakukan kebaikan. Apalagi perayaan maulid sudah menjadi tradisi di semua kalangan masyarakat negeri dan luar negeri dengan sedemikian rupa dan itu mereka jadikan sebagai perayaan maulid.

Di dalam perayaan maulid saat acara sedang berlangsung banyak cerita yang kita dengar yaitu mereka para kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat dan di datangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallama di majlis tersebut, bahkan banyak orang awam yang punya persepsi bahwa penyalaan dupa, air minum yang tutup botolnya dibuka dan di taruh di tengah majelis itu adalah penyambutan kepada Rasulullah yang datang di majelis tersebut lalu Rasulullah meniup atau memberi barakah pada  air minum itu.

Yang perlu kita kaji adalah persepsi orang awam seperti di atas itu memang berlandaskan dalil yang benar atau sebatas paradigma yang berlebihan?, Ada banyak catatan para ulama mengenai pertanyaan ini yang kami temukan. Di antaranya:

Syaikh Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy mengutip perkataan Syaikh Tajuddin as-Subkiy dalam kitab Syarh ash-Shuduriy fi Syarhi Hali al-Mawti wa al-Qubur mengatakan:

Syaikh as-Subkiy mengatakan, “Kembalinya ruh pada jasad di dalam alam kubur telah ditetapkan dalam hadis shahih, lebih-lebih ruh para orang mati syahid meski badan mereka hancur atau tidak kembali utuh seperti di dunia. Sama seperti ruh, kesadaran dan pancaindra mereka juga akan kembali seperti semula.”

Adapun masalah berkunjung dan bertemunya ruh pada orang-orang yang masih hidup, maka dapat dijelaskan bahwa ruh itu ada 2 macam. Pertama, ruh yang mendapatkan nikmat kubur. Dua, ruh yang mendapatkan siksa kubur.

Ruh yang mendapat siksa kubur, maka ia tidak akan sempat keluar untuk berkunjung kepada siapa pun. Sedangkan untuk ruh yang mendapat nikmat kubur, maka ia dibiarkan bebas berkeliaran dan tidak ditahan. Ruh yang mendapat nikmat ini, bisa bebas bertemu, berkunjung dan bisa saling bertukar pikiran tentang masalah di duniawi dengan temannya semasa hidup di dunia yang mempunyai amal baik seperti dirinya dan khusus untuk ruh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama berada bersama orang-orang yang mendapat nikmat dari Allah sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا.

Artinya: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Kebersamaan ini akan abadi di dunia, di alam barzah dan di hari pembalasan (akhirat) dan seseorang akan bersama dengan yang dicinta di tiga alam tersebut.

Al-Habib Zain bin Smith, ketika ditanya mengenai hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitabnya al-Ajwibah al-Ghaliyah fi ‘Aqidati al-Firqati an-Najiayati, beliau menjawab: “Dalil dari masalah itu adalah hadis riwayat Imam al-Bukhariy, Imam Muslim dan lainnya. Bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِيْ فِيْ الْيَقَظَةِ وَلاَ يَتَمَثَّلُ الْشَيْطاَنُ بِيْ

Artinya: “Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak dapat menjelma sepertiku.” [HR. Bukhari no. 6993 dan Muslim no. 2266 dari Abu Hurairah].

Tidaklah benar jika hadis ini ditafsiri melihat Nabi di akhirat atau di alam barzah karena semua umat di hari itu dapat melihat Rasulullah dan dalam hadis ini juga memberikan pemahaman bahwa Rasulullah bisa berada di semua tempat yang beliau kehendaki karena redaksi hadis di atas menunjukkan keumuman siapa pun yang pernah bermimpi.

Kembalinya ruh pada tubuh itu tidak bisa dipahami kalau akan ada kehidupan lagi sebelum hari pengiringan, namun yang dimaksud dari kembalinya ruh pada tubuh itu adalah kehidupan di alam barzakh, sehingga tidak bisa kita klaim bahwa orang mati hidup lagi.

As-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki tentang kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam perayaan maulid atau pembacaan maulid secara umum berkomentar, “Bahwa itu adalah murni mengada-mengada dan sangat tidak benar bahkan lancang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama. Meskipun kita meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama masih hidup di alam barzah dengan sempurna, sehingga boleh saja jika ruh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama berkeliling di alam malakut dan bahkan mungkin bisa saja ruh Nabi hadir di majelis-majelis ilmu, dzikir dan shalawat. Akan tetapi merupakan suatu ketidakpantasan jika itu di yakini bahwa setiap ada majelis shalawat atau maulid nabi pasti hadir bahkan ditambah keyakinan yang hadir tidak ruh nabi tapi jasad nabi terutama saat sedang berdiri (mahal al-qiyam).”

Dan Dr. Izzuddin Husain menambahi, alangkah baiknya saat acara maulid terlebih saat sedang berdiri (mahal al-qiyam) itu menghadirkan hati kita yang khusyu’ dengan membayangkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama hadir di tengah-tengah acara, bukan meyakini kalau nabi pasti hadir di acara tersebut. Karena ini merupakan adab kita kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama. Dan ada sebagian ulama’ mengataka, “Seberapa gemetarnya hati saat nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama disebut, maka sebesar itu pula cinta kita kepada beliau.

Sekian dari goresan tinta, bukan tentang isi atau yang lainya, akan tetapi tentang seberapa cinta kepada sang baginda. Dengan harapan semoga kelak mendapatkan syafa’at al-udzma.

Facebook Comments Box


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Esensi Sholawat Nabi

1 October 2024 - 18:53

Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia

30 September 2024 - 18:55

Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin”

24 September 2024 - 16:44

Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah

17 September 2024 - 19:27

Muhammad Sang Nabi Pertama

10 September 2024 - 20:01

Trending on Artikel

Discover more from PP. MUS Sarang

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading