Oleh: Abdullah Kafabi
Islam bukan ajaran atau ideologis yang datang dengan cita-cita membuat revolusi sosial. Islam adalah agama yang menyerukan dakwah tauhid dan ibadah kepada Allah SWT. Terwujudnya keadilan, kesejahteraan dan kerukunan sosial di antara seluruh struktur masyarakat dan penghapusan monopoli kekayaan dalam sistem Islam bukan tujuan akhir, melainkan buah dari pengamalan tauhid dan penerapan ajaran-ajaran Islam. Oleh karena itu, Islam sangat berbeda dengan ideologi komunisme, baik dari cita-cita, cara pelaksanaan ataupun filsafatnya. Perbedaan ini tak dapat dipungkiri sebab konseptornya saja berbeda. Konseptor Islam adalah shahibusy syar’i yang kemudian dibawa dan disebarkan oleh rasul pilihan dengan teladan mulia, Nabi Muhammad SAW. Sedangkan komunisme adalah ideologi buatan manusia yang digagas oleh orang-orang yang tak percaya dengan Tuhan dan agama yaitu Friedrich Engels dan Karl Marx.
Hanya dari pemahaman dasar seperti ini saja, kita bisa menilai bahwa terlihat sangat aneh, kontradiktif dan paradoks apabila ada upaya memadukan Islam dan ideologi komunisme. Kelompok yang berusaha mempertemukan Marxisme dan Islam tersebut sering kali mengidentifikasi diri mereka dengan terminologi Islam Kiri. Fenomena ini mengundang pertanyaan menarik. Apakah gerakan “Islam Kiri” benar-benar berhasil menyatukan Islam-komunisme menjadi kerangka ideologis-konvergensif melawan kapitalisme? Bagaimana “Islam Kiri” akan merespons tantangan dari berbagai macam perbedaan yang ada? Ataukah, Islam Kiri hanyalah ideologi paradoks dengan substansi absurd dan ambigu yang muncul untuk misi tertentu?
Di Indonesia sendiri, keberadaan paham “Islam Kiri” semakin menonjol tatkala terjadi perpecahan Sarekat Islam menjadi dua haluan. Sarekat Islam (SI) Putih pimpinan H. Agoes Salim dkk. yang berpusat di Yogyakarta tetap berpegang pada perjuangan berasaskan ajaran dan nilai Islam serta menolak aliran komunis. Sementara tandingannya adalah SI Merah yang dipimpin oleh Sema’oen berpusat di Semarang dan menerima paham Islam-komunisme.
Salah satu tokoh Islam Kiri yang paling terkenal adalah Haji Mohammad Misbach. Haji Misbach adalah tokoh muslim fenomenal dan kontroversial berhaluan kiri yang sering menulis buku maupun artikel dalam surat kabar nasional. Fokus tulisannya adalah membicarakan perlunya menyatukan komunisme dan Islam untuk melawan penjajah dan kapitalisme. Dalam buku “Islam dan Komunisme”, H. Misbach mengemukakan bahwa seorang komunis sejati tidak akan antipati pada agama sebagaimana muslim sejati juga tidak akan antipati pada komunisme. Apabila tidak demikian maka mereka belum memahami Islam dan komunisme dengan sebenar-benarnya. Atas berbagai pemikiran komunisnya, ia digelari sebagai Haji Merah merujuk pada konotasi komunis yang secara simbolis identik dengan warna merah.
Menelusuri Sejarah Islam Kiri
Hadirnya wacana peleburan ajaran Islam dengan elemen pemikiran komunisme menarik untuk ditelusuri asal-usulnya. Bagaimana pun, keduanya memiliki perbedaan yang jelas. Hal ini yang mengakibatkan komunisme ditolak dan tidak memiliki tempat di masyarakat tatkala pertama kali disebarluaskan di Indonesia oleh ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging).
Selanjutnya ISDV mengubah arah strateginya dengan tidak mempromosikan komunisme di Indonesia secara terang-terangan. Agar diterima di Indonesia, komunisme mau tidak mau harus dipadukan baju agama. Maka, mereka mengusung paham “Islam Kiri” yaitu Islam dengan perlawanan-perlawanan revolusioner melawan kapitalisme. Dengan paham ini, ISDV mulai bisa merangkul para simpatisan, karena mereka merasa tidak ada pertentangan berarti antara Islam dan komunisme, apalagi para buruh yang tergiur dengan iming-iming mendapat perbaikan kondisi hidup. ISDV juga mengirim para anggotanya untuk menyusup dan berperan aktif ke organisasi Islam dengan misi indoktrinasi dan kalau perlu memegang posisi vital dalam organisasi tersebut. Strategi ini disebut dengan “Block Within”. Berkat strategi ini, Sarekat Islam terpecah belah menjadi dua haluan. ISDV pun berhasil mendapat simpatisan yang sangat massif.
Pergerakan Substansi Islam Kiri
Islam Kiri di Indonesia secara jelas mengakomodasi pemikiran Marxisme. Bagi mereka, revolusi sosial adalah cita-cita mutlak yang harus diraih dengan harga mati. Dalam mencapainya, Islam Kiri Indonesia tak segan mengajak para kaum buruh melakukan aksi sosial seperti mogok bekerja massal. Bagi siapa pun yang menentang aksi ini, maka dia dianggap sekutu bagi para pemerintah kolonial dan para borjuis kapitalis, walaupun dia berasal dari kalangan umat Islam dan pribumi sendiri.
Dengan melihat pemikiran radikal ini, tak heran jika Islam Kiri di Indonesia terlibat berbagai gesekan dan konflik tajam dengan sesama umat Islam dan kalangan pribumi. Lambat laun, pergerakan Islam Kiri mulai kehilangan pegangan agamisnya, bahkan Islam Kiri memerangi arus Islam utama yang tak mau sepaham dengan komunisme. Dari Sarekat Islam Merah, mereka berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang mengindikasikan berlakunya sekularisme dan semangat sosialisme murni. Pada tahun 1920, SR resmi bermakmum pada Komunisme Internasional di Uni Soviet. SR kemudian berfusi dengan ISDV menjadi Perserikatan Komunis Hindia (PKH) dan menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1924. Sejarah pergerakan ini menggambarkan pada kita bahwa wacana Islam Kiri tak lebih dari sebuah alat dan kendaraan komunisme asing untuk menancapkan taring kekuasaan di Indonesia.