Menjawab Tuduhan Bid’ah Berdoa di Akhir dan di Awal tahun.
Oleh : Ust. Salman Umar
Kepergian Dzulhijjah tinggal menghitung hari, lembaran baru Muharram pun sedang menanti, tak terasa umat Islam akan memasuki momentum tahun baru Hijriyah yang ke 1447 kali. Sebagaimana yang jamak disaksikan, pada momentum tahun baru sebagian besar umat Islam berduyun-duyun untuk berkumpul bersama. Ada yang di surau, ada yang di masjid, bahkan, ada pula yang di tanah lapang. Mereka semua memiliki tujuan yang sama, yakni melantunkan doa akhir dan awal tahun bersama-sama sebagai bagian dari introspeksi diri juga penyusunan resolusi yang lebih baik di tahun mendatang.
Namun, kegiatan positif ini kerap mendapat cibiran dari sebagian kalangan umat Islam yang lain serta dianggap sebagai praktik perbuatan bid’ah yang sesat, yakni praktik baru dalam beragama yang diada-adakan. Anggapan ini tentunya dapat menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat Islam yang tengah membangun kembali persatuan umat Islam. Oleh karena itu, perlu adanya penjelasan yang objektif terkait masalah ini sehingga tidak menyebabkan runtuhnya ukhuwwah Islamiyyah.
Hukum Merutinkan Ibadah pada Hari Tertentu
Merutinkan pelaksanaan suatu ibadah merupakan hal yang telah dilakukan umat Islam dari masa ke masa. Para ulama dari berbagai mazhab telah menjelaskan akan legalitas hal tersebut selama tidak diyakini termasuk hal-hal yang ditetapkan oleh syariat secara jelas. Legalitas ini dijelaskan oleh Imam al-Qurthubi dalam kita al-Mufhim lima Asykala min Talkhisi Kitabi Muslim ketika menjelaskan sebuah hadis yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mendatangi masjid Quba’ di setiap hari Sabtu dengan berjalan kaki maupun menaiki kendaraan.
Beliau berkata,
[وفي إتيانه صلى الله عليه وآله وسلم قباء كلَّ سبتٍ: دليلٌ على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحة، والمداومة على ذلك] اهـ.
Artinya: “Kunjungan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama ke masid Quba’ setiap hari Sabtu merupakan sebuah dalil atas kebolehan mengkhususkan sebagian hari dengan sebagian amal-amal saleh serta merutinkannya.”
Apa yang diungkapkan oleh Imam al-Qurthubi juga diamini oleh Imam an-Nawawi dalam Syarah Shohih Muslimnya. Beliau berkata,
[وقوله “كلَّ سبت”: فيه جواز تخصيص بعض الأيام بالزيارة، وهذا هو الصواب وقول الجمهور، وكره ابن مسلمة المالكي ذلك، قالوا: لعله لم تبلغه هذه الأحاديث والله أعلم] اهـ.
Artinya: “Adapun perkataan “setiap sabtu” di dalamnya terdapat kebolehan mengkhususkan sebagian hari dengan berziarah. Hal ini adalah pendapat yang benar dan pendapat mayoritas ulama, sedangkan Imam Ibnu Maslamah al-Maliki memakruhkannya. Terkait pendapat Ibnu Maslamah para ulama berkomentar “mungkin saja hadis ini tidak sampai kepada beliau”.”
al-Hafidh Badruddin al-‘Aini dari mazhab Hanafi menambahi dengan memberikan pengecualian pada hari-hari yang terdapat larangan untuk mengkhususkan. Di dalam kitab Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari beliau berkata,
[وفيه دليل على جواز تخصيص بعض الأيام بنوع من القرب، وهو كذلك إلا في الأوقات المنهي عنها؛ كالنهي عن تخصيص ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي أو تخصيص يوم الجمعة بصيام من بين الأيام] اهـ
Artinya: “Di dalam hadis tersebut ada indikasi kebolehan mengkhususkan sebagian hari dengan salah satu macam dari amal pendekatan diri kepada Allah subhanallahu wa ta’ala. Dan memang yang benar seperti itu kecuali pada hari-hari yang dilarang, seperti larangan mengkhusus malam Jumat dari malam-malam yang lain dengan mendirikan shalat malam atau mengkhusukan hari Jumat dari hari-hari yang lain dengan berpuasa sunnah.”
Sedangkan as-Sayyid Murtadlo az-Zabidi mengkompromikan dua pendapat berbeda yang telah disebutkan. Beliau memperbolehkan rutinitas suatu ibadah di hari tertentu selama seluruh umat manusia tidak bersepakat untuk melakukannya di hari tertentu tersebut yang kemudian dapat menimbulkan persepsi di kalangan orang awam bahwa ada kesunnahan khusus di hari tersebut untuk melakukan suatu ibadah.
Beliau berkata di dalam kitab Ithafus Sadat al-Muttaqin,
وفيه دليل على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض القربات أو بزيارة الأخوان أو افتقاد بعض أمورهم ويجعله يوم راحة من أشغال العامة ، وإحجام نفسه سبتاً كان أو غيره ما لم يتمالاً الناس كلهم على يوم واحد ، ويظنه الجهال سنة وهذا الذي كرهه ابن مسلمة
Artinya: “Dan dalam hadis yang telah disebutkan, merupakan sebuah dalil atas kebolehan mengkhususkan sebagian hari dengan sebagian ibadah atau dengan menziarahi teman-teman atau melepas sebagian urusan dan menjadikannya sebagai hari istirahat dari kesibukan umum dan menjauhkan diri, baik itu hari Sabtu atau pun selainnya, selama seluruh manusia tidak bersepakat pada satu hari tertentu sehingga orang-orang bodoh menduganya sebagai kesunnahan, dan ini adalah praktik yang dimakruhkan oleh Imam Ibnu Maslamah.
Hukum Berdoa di Akhir dan Awal Tahun
Melihat paparan para ulama di atas, maka hukum berdoa di akhir dan awal tahun merupakan hal yang diperbolehkan dan bukan suatu bid’ah memandang praktik merutinkan suatu hal di hari tertentu adalah hal yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallama. Bahkan, praktik berdoa ini termasuk dalam kesunnahan berdoa secara umum. Terlebih lagi kedua doa ini merupakan doa-doa yang mujarab dan diambil dari orang-orang saleh. Kedua doa ini merupakan doa yang diwasiatkan dan diajarkan oleh Syekh Abu Umar al-Maqdisi bin Qudamah, seorang pakar fikih bermazhab Hanbali dan saudara Imam al-Muwaffaq bin Qudamah pengarang kitab al-Mughni.
Riwayat Berdoa di Akhir dan Awal Tahun
Imam Abi Abdillah Muhammad bin al-Madani Kannun -seorang pakar fikih di Maroko- menyebutkan bahwa Imam Ali al-Ajhuri al-Maliki meriwayatkan doa akhir dan awal tahun dari Imam Syamsuddin Abul Mudhofar -cucu Imam Ibnu al-Jauzi-, beliau meriwayatkan dari Syekh Abu Umar al-Maqdisi bin Qudamah yang mendapat doa ini dari guru-gurunya. Bahkan, Syekh Abu Umar al-Maqdisi bin Qudamah bercerita bahwa beliau beserta guru-gurunya selalu merutinkan doa ini. Sebab ketika seseorang membaca doa akhir tahun, syetan berkata, “Aku telah lelah menggodanya sepanjang tahun, lalu dia merusak usahaku dalam satu waktu saja”. Sedangkan ketika membaca doa awal tahun, syetan akan berkata, “Aku telah berputus asa darinya di sisa umurnya dan Allah telah menugaskan dua malaikat untuk menjaganya”.
Adapu doa akhir tahun yang dicantumkan Imam Abi Abdillah Muhammad bin al-Madani dan dibaca tiga kali adalah sebagai berikut,
اللّهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِي عَنْهُ ، وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي ، وَدَعَوْتَنِي إلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِيْ عَلَى مَعْصِيَتِكَ ، فَإِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ مِنْهُ فَاغْفِرْ لِي ، وَمَا عَمِلْتُ فِيهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ ، فَأَسْأَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّي ، وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِي مِنْكَ يَا كَرِيمُ
Artinya: “Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Tuhanku, aku berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhai di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahala-Mu. Janganlah kau membuatku putus asa. Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.”
Sedagkan doa awal tahun dari beliau yang dbaca tiga kali adalah sebagai berikut,
اَللَّهُمَّ أَنْتَ اَلْأَبَدِيُّ اَلْقَدِيمُ الأَوَّلُ ، وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ ، وَهٰذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِهِ، وَالعَوْنَ عَلَى هٰذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
Artinya, “Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”
1 Komentar
Ust. Salmon ngeri