Menu

Dark Mode
Keputusan Halaqoh Kebangsaan dan Ijma’ Ulama Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk Perubahan Indonesia Tentang Keharusan Memilih Pasangan Capres-Cawapres AMIN Berdasarkan Dalil Syar’i di Pondok Pesantren MUS Sarang Rembang Makna Jihad Membela Tanah Air di Era 5.0 MERAPATKAN BARISAN UNTUK PEMENANGAN AMIN DALAM PERSPEKTIF SYAR’I HUKUM MENYINGKAT KALIMAT THOYYIBAH! Meredam Fanatik ; Menguatkan Persatuan Dalam Pesta Politik. MENYAMBUT TAHUN POLITIK: HINDARI KONFLIK, PAKAI EMPATIK Setelah Komunisme,Masih Ada Kapitalisme Yang Perlu Dilawan! Malam Penuh Cinta Kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. MENGKAJI FIKIH DALAM PEMBERONTAKAN G30SPKI Sudahkah Kita Cinta Kepada Rasulullah? MEWASPADAI KEBANGKITAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA SEJARAH PKI PECI PUTIH; NUANSA BARU DALAM JAMA’AH MAKTUBAH Menyorot Fenomena Paham Islam-Kiri di Indonesia: Konvergensi atau Paradoks? KEBOHONGAN CITA-CITA MARXISME PRINSIP PENGELOLAAN HAK KEPEMILIKAN INDIVIDU DALAM ISLAM ; Menolak Tawaran Komunisme dalam Melawan Kapitalisme Kerusakan Ideologi Marxisme Perspektif Teologi Islam JEJAK HITAM PKI DARI IDELOGI KOMUNIS HINGGA SEJARAH KEJAHATAN DAN PENGIANATAN G30S Ku Putuskan Untuk …. Knock Out Rebahan ; Bangkit Sambut Masa Depan Ny. Hj. Chalimah Abdurrochim : Ibunda Hebat Di Balik Pengasuh PP. MUS Sarang BELA NEGARA INDONESIA MENURUT PANDANGAN ISLAM Menjawab Tuduhan Bid’ah Berdoa di Akhir dan di Awal tahun Esensi Sholawat Nabi Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin” Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid

Artikel

Poligami, Pro dan Kontra.

badge-check

Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau satu istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat)

Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligami (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus) dan pernikahan kelompok (bahasa inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligami dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namun poligami merupakan bentuk yang paling umum terjadi. 

Kalangan Kristen dan Orientalis menjadikan topik poligami sebagai senjata untuk mendiskreditkan Islam. Mereka membangun image, seolah-olah poligami merupakan bagian dari syiar Islam, atau salah satu kewajiban, atau minimal termasuk perbuatan yang disunnahkan. Ini jelas-jelas merupakan propaganda yang menyesatkan. Karena praktik poligami sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Mutawalli Sya’rowi hukumnya sekedar mubah, “Hukum asal dari poligami pada tahap awal adalah ibahah (boleh) bukan wajib, dalam arti Islam tidak mewajibkan laki-laki untuk melakukan poligami. Mengawini perempuan walaupun berjumlah satu orang hukumnya tetap mubah.” 

Mereka juga mengasumsikan bahwa dalam praktik poligami tersembunyi destruksi terhadap kehidupan rumah tangga dan tata kehidupan sosial, poligami banyak mengandung banyak kelemahan dan kesalahan. Pendapat demikian tentu mengada-ada dan tanpa dasar argument yang kuat. Karena Islam tidak akan menghalalkan bentuk-bentuk praktik yang dapat menimbulkan mafsadah, sebagaimana tidak akan mengharamkan praktik-praktik yang dapat mendatangkan maslahat terhadap umat manusia. Bahkan menurut ketentuan nash dan analisis objektif disimpulkan bahwa hal-hal yang Islam melegalkanya pasti mengandung unsur manfaat. Sebaliknya hal-hal yang Islam mengharamkan atasnya pasti menyimpan suatu mafsadah dan mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Dalam hal ini adalah poligami yang jelas-jelas Islam mengakomodirnya sebagai sebuah praktik yang diperbolehkan. 

Sudah barang tentu banyak sekali hikmah atau sisi positif dalam praktik poligami, yang sebagian besar telah dikupas oleh banyak pakar muslim maupun non-muslim dalam berbagai tulisan mereka. Dan ternyata dalam kajian-kajian mereka terkuak sebuah fakta bahwa praktik poligami merupakan sebuah pilihan yang tidak bisa dihindari dalam realitas kehidupan. 

Poligami adalah sebuah realitas yang mendesak untuk dilakukan.

Pada tahun 1937, seorang cendekiawan Muslim Indonesia bernama Mr. Yusuf Wibisono, menulis sebuah buku berjudul ‘Monogami atau Poligami: Masalah Sepanjang Masa’. Aslinya, buku ini ditulis dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Soemantri Mertodipuro pada tahun 1954. Karena tidak memiliki biaya, baru pada tahun 1980, buku Mr. Yusuf Wibisono ini diterbitkan.

Meskipun buku ini ditulis Yusuf Wibisono saat menjadi mahasiswa di zaman penjajahan, buku ini tampak memiliki kualitas ilmiah yang tinggi, dan memberikan penjelasan yang komprehensif tentang masalah poligami, bukan hanya dari sudut pandang hukum Islam, tetapi juga memuat pandangan banyak ilmuwan Barat tentang poligami. Yusuf juga memberikan kritik-kritik terhadap sebagian ilmuwan dari kalangan Muslim, seperti Amir Ali, yang menolak hukum poligami. Selain buku-buku berbahasa Belanda, Yusuf juga merujuk buku-buku berbahasa Inggris, Perancis, dan Jerman. 

Beberapa tahun sebelumnya, pada 1932, seorang wanita bernama Soewarni Pringgodigdo, menulis satu artikel tentang poligami di Koran ‘Suluh Indonesia Muda’ yang memberikan kritikan keras terhadap poligami. Menurut Soewarni, poligami adalah hal yang nista bagi wanita, dan bahwasanya Indonesia merdeka tak akan bisa sempurna, selama rakyatnya masih menyukai lembaga poligami. 

Mr. Yusuf Wibisono memberikan bukti-bukti ilmiah tentang keunggulan pandangan Islam yang membuka pintu poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sistem ini merupakan ‘jalan tengah’ dari sistem perkawinan kuno yang tidak memberi batasan poligami atau sistem Barat yang menutup pintu poligami sama sekali. Dalam pengantarnya untuk edisi Indonesia, tahun 1980, Yusuf Wibisono menulis bahwa, “Saya rasa umat manusia akhirnya akan dihadapkan kepada dua pilihan yang tidak bisa dihindari yakni poligami legal atau poligami tidak legal (gelap). Islam memilih poligami legal, dengan pembatasan-pembatasan yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan kaum pria, sehingga lembaga poligami ini betul-betul merupakan kebahagiaan bagi masyarakat manusia, di mana dia sungguh-sungguh diperlukan.”

Hal senada disampaikan pula oleh Dr. Nuruddin ‛Itr dalam karyanya berjudul ‘Maa Dzaa ‘an al-Mar-ah’. Menurutnya realitas kemanusiaan dalam setiap penjuru alam ini mengungkapkan bahwa sistem poligami adalah sesuatu perkara darurat yang tidak mungkin dihindari oleh manusia. Hal ini karena adanya kenyataan yang menunjukkan poligami semakin mendesak untuk dilakukan. Masih menurutnya, di antara faktor yang melandasinya antara lain;

Pertama, terdapat suatu kenyataan yang disebabkan oleh hukum-hukum alam berupa kelahiran dan kematian. Data statistik menunjukkan bahwa tingkat kematian laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Berarti jumlah laki-laki lebih sedikit dari pada wanita, walaupun tingkat kelahiran anak laki-laki kadang lebih tinggi daripada anak perempuan. 

Kedua, terdapat kenyataan yang berlaku di kehidupan sosial, berupa keadaan laki-laki yang harus menghadapi beban berat seperti terjun dalam peperangan, bekerja di pabrik-pabrik besar dan lain sebagainnya. Kondisi tersebut menjadikan laki-laki berpotensi lebih besar terancam kematian daripada wanita.Menurut berita, wanita di Eopa setelah Perang Dunia Kedua berjumlah 25 juta orang lebih. 

Ketiga, terdapat keyataan adanya bencana yang bisa menimpa istri pertama, di luar kehendaknya. Seperti mandul, atau terserang penyakit yang menghalangi terwujudnya tujuan utama perkawinan. Lalu apakah kita mengharuskan suami menceraikan istrinya dalam keadaan seperti ini? Padahal pada saat itu ia masih sangat mencintai sang istri dan ingin tetap bersamanya? Untuk itu kita bisa mengatasi problem tersebut dengan mempersilakan suami untuk berpoligami. 

Dr. Yusuf Qardlawi dalam ‘al-Markaz al-Ma‘rah fi al-Hayat al-Islamiyyah’ mengutarakan bahwa poligami merupakan salah satu dari tiga alternatif yang harus dihadapi kaum wanita sehubungan dengan populasinya yang jauh lebih banyak dibanding kaum laki-laki. 

Pertama, dia dapat menghabiskan seluruh sisa umurnya dengan melajang, tanpa sentuhan lembut kehidupan rumah tangga, tanpa kehangatan menjadi seorang ibu. Georges Anquetil, pakar sosiologi Perancis memaparkan dalam salah satu bukunya, “Poligami akan memungkinkan berjuta-juta wanita melaksanakan haknya berupa perasaan cinta dan perasaan sebagai seorang ibu, yang jika tidak, maka ia terpaksa akan hidup tanpa bersuami dikarenakan sistem monogami.”

Kedua, dia dapat menjalani hidup bebas, tanpa kendali, menurut hawa nafsunya, rela membiarkan dirinya menjadi santapan empuk yang ditelan habis oleh laki-laki hidung belang. Mereka lahap dagingnya, lalu mereka campakkan tulang-tulangnya. Kemudian ditinggal pergi tanpa beban dan tanggung jawab setelah tahu wanita itu hamil. Maka lahirlah anak haram dalam jumlah jutaan yang miskin-miskin dan menderita kelaparan yang jiwanya kering tanpa sentuhan kasih sayang. Mereka kemudian hanya menjadi sampah masyarakat, beban sosial, dan menjadi pemicu kerusakan dan kehancuran. 

Ketiga, dia dapat hidup di bawah atap perkawinan bersama laki-laki yang walaupun sudah beristri, namun tetap mampu memberi nafkah dan perlindungan jasmani dan rohani kepada istrinya yang lain dengan sikap yang adil, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala

Tidak diragukan lagi, bahwa point yang ketiga di atas merupakan alternatif paling tepat, paling adil, paling teladan dan paling manjur. Inilah garis yang ditentukan Islam dalam firman-Nya, “Dan (Hukum) siapakah yang paling baik, daripada (hukum) Allah Subhanahu wa Ta‘ala bagi orang-orang yang yakin,” 

Masyarakat Asing Memandang Poligami

Poligami adalah fenomena sosial yang kini berkembang di masyarakat Amerika, sejak 50 tahun terakhir. Di tahun 1953, ada puluhan orang pria yang ditangkap di Arizona dan mereka nyaris dipenjara karena tuduhan melakukan poligami. Tapi ternyata poligami tetap berkembang di masyarakat Amerika. Dalam pendataan mutakhir yang dilansir Islamonline, sebanyak 30 ribu dari 50 ribu pasangan poligami saat ini justru hidup di AS. Mereka terus menuntut haknya di masyarakat yang masih apriori terhadap poligami yang sebenarnya merupakan hak individu. Mereka menyatakan keanehannya karena poligami sebagai praktik sah ikatan keluarga justeru dilarang, sementara penyimpangan seks (lesbi dan homoseksual) mendapat legitimasi berupa undang-undang, dengan dalih kebebasan individu.

Suara-suara yang menuntut keabsahan poligami kini terus terdengar di AS. Pro dan kontra tentang poligami akhirnya memasuki konflik di dalam tubuh pengadilan AS. Salah satu lembaga bernama Centennial Park muncul dan menyuarakan untuk tidak bersikap negatif terhadap perilaku poligami. Kelompok-kelompok pendukung poligami terus menggalang para aktifis yang memperjuangkan hak poligami dan membela poligami terlebih setelah munculnya aksi pernikahan kelainan seksual di masyarakat AS.

Dukungan terhadap poligami, ternyata juga datang dari kalangan Kristen Injil. Mereka mendeklarasikan dukungannya terhadap poligami melalui situs www.truthbearer.org sebagai saluran suara yang mendesak untuk diakui keberadaannya di pengadilan dan media informasi AS.

Dalam situs tersebut mereka menyatakan diri sebagai Organization for Christian Polygamy. Mereka lalu mengemukakan sejumlah dalil versi Kristen dengan menyebut, “Poligami ada dalam Injil. Poligami ditemukan hampir di semua sejarah. Fakta ini membuktikan bahwa poligami masuk dalam definisi perkawinan. Poligami, adalah tradisi perkawinan yang usianya jauh lebih tua daripada tradisi anti-poligami.”

Wanita-wanita inggris banyak yang menulis artikel panjang di halaman surat kabar untuk mengkampanyekan penerapan sistem poligami yang sesuai ajaran Islam. Bahkan sekelompok pemuka agama dan peneliti sepakat mendukung dipergunakannya sitem poligami ini. 

Khathib al-Makky menyebutkan dalam tafsirnya, “Dalam tahun ini, perwakilan kantor berita Reuters mengutip sebuah berita dari London yang mengatakan bahwa empat orang dari pemuka gereja seperti Netherbarry―ia termasuk pemuka gereja Protestan Inggris―dengan sebagian peneliti dan menghasilkan sebuah kesepakatan untuk mendukung poligami. Mereka merekomendasikan agar sistem ini dilakukan oleh orang-orang Kristen untuk kebaikan mereka secara umum dan juga untuk wanita itu sendiri.”

Di Jerman, Dr. Von A. Maslus mengatakan bahwa poligami adalah aturan yang diperbolehkan dan mendesak dilakukkan untuk melangsungkan keturunan. Sedangkan di Perancis dan Negara-negara lain banyak pemikir yang menjelaskan secara panjang lebar tentang poligami. 

Simaklah ucapan Gustav Leboon dalam bukunya Kebudayaan Arab, “Kami tidak pernah menyebutkan sesuatu aturan pun yang lebih pantas diserang oleh orang-orang Eropa daripada sistem poligami, maka kebanyakan pakar Eropa berpendapat bahwa poligami adalah ruangan terpencil dalam Islam, dan menjadi penyebab tersebarnya al-Quran sekaligus kemunduran orang-orang Islam. Itulah definisi yang dikemukakan oleh penentang kebenaran. Saya berharap agar para pembaca yang membaca bab ini mengerti bahwa sistem poligami Islam adalah aturan yang baik untuk mengangkat aspek moral bagi bangsa-bangsa yang melaksanakannya. Poligami dapat menambah keutuhan rumah tangga serta memungkinkan wanita untuk mendapatkan kehormatan dan kebahagiaan yang keduanya tidak ada pada dari wanita Eropa. Saya tidak melihat sebab yang dapat menempatkan poligami Islam menjadi lebih rendah daripada sistem selir dikalangan orang-orang Eropa. Bahkan saya melihatnya jauh lebih tinggi dari itu semua. Dengan kenyataan ini kami mendapat sebuah keistimewaan dari orang-orang Islam yang mengunjungi kota-kota besar kami sebagai bagian dari protes kami kepada para penentang kebenaran.”

Di bagian lain Gustav Leboon juga mengatakan bahwa sistem poligami sebagaimana yang dicontohkan dalam syariat Islam adalah sebaik-baiknya aturan dan sesuai dengan kebiasaan manusia serta dapat memperkokoh kehidupan rumah tangga. Lebih dari itu poligami menjadi pertolongan dengan membuat keadaan istri menjadi lebih bahagia, dan membuat suami lebih berhak mendapatkan penghormatan dibandingkan saudaranya yang ada di Barat. 

Dalam kitabnya ‘Adabu al-Islam fi Nidhomi al-Usrah’, Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliky mengutip ucapan seorang profesor perempuan dari Jerman, “sesungguhnya solusi bagi problem kaum perempuan di Negara Jerman adalah dengan dilegalkanya poligami. Sungguh saya lebih memilih menjadi seorang istri bersama dengan sepuluh istri yang lain dari suami yang sukses daripada menjadi istri satu-satunya seorang suami yang gagal. Ini bukanlah pendapat saya pribadi, namun mayoritas perempuan-perempuan Jerman. 

Sementara Annie Besant memberikan penilaiannya tentang poligami sebagai berikut, “Barat menolak poligami. Akan tetapi pria-pria barat mengambil banyak perempuan tanpa tanggungjawab pernikahan sehingga mereka bisa melemparkan perempuan-perempuan yang tidak mereka inginkan lagi, dan meninggalkan perempuan-perempuan itu terombang-ambing di jalan-jalan. Nasib perempuan itu ratusan kali lebih buruk ketimbang nasib perempuan yang melakukah pernikahan poligami.”

Kesimpulan 

Poligami adalah salah satu konsep syariat dalam memberikan solusi terhadap problematika sosial, ekonomi, populasi wanita serta pelacuran. Poligami bukan hal yang baru, India, Mesir, Cina, Babilonia, telah mempraktekan, hanya saja tidak ada ketentuan dan aturan, sehingga wanita menjadi obyek dan komoditas kaum lelaki. Cina mislanya; dulu pernah ada seorang laki-laki memiliki istri sekitar 130 wanita. Bangsa Yahudi juga tidak membatasi jumlah wanita untuk dipoligami, jahiliyyah kuno pun juga banyak dari laki-laki yang memiliki sepuluh atau lebih pasangan. Di Jawa kita mengenal selir-selir raja, yang jumlahnya sangat banyak sekali, ini dilakukan oleh raja dan penguasa di tanah jawa dan sekitarnya.

Islam memberikan aturan yang jelas dan aman seputar poligami, adapun tujuannya yaitu agar senantiasa kehidupan sosial dan individu terjaga dengan baik, sesuai dengan tuntunan syariat islam yaitu bersikap adil terhadap istri-istrinya seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi. Jika kita cermati dengan baik, hikmah poligami Nabi mampu menjadi solusi terbaik dalam persoalan-persoalan terkini. 

Akhirnya kami kutipkan komentar Syaikh Ali ash-Shobuni, pakar tafsir kontemporer dalam karya fenomenalnya ‘Rowai’ul Bayan’, yang juga diamini oleh Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliky dalam kitabnya ‘Adabu al-Islam fi Nidhomi al-Usrah’, “Hakekat yang seyogyanya diketahui oleh setiap orang yaitu bahwa dilegalkannya poligami merupakan kebanggaan Islam, karena mampu menyelesaikan problem pelik dari paling peliknya problem yang dihadapi oleh umat manusia dan masyarakat pada hari ini. Mereka tidak menemukan solusi lain selain kembali pada hukum Islam dan mengadopsi aturan perundang-undangan Islam.” “Negara Jerman dengan mayoritas Kristen melarang poligami tidak mempunyai pilihan kecuali mengikuti pilihan Islam. Mereka pada akhirnya membolehkan poligami demi menjaga martabat para wanita di Jerman.”

Oleh: Ahmad Syafiq

Facebook Comments Box


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Menjawab Tuduhan Bid’ah Berdoa di Akhir dan di Awal tahun

25 June 2025 - 18:24

Esensi Sholawat Nabi

1 October 2024 - 18:53

Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia

30 September 2024 - 18:55

Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin”

24 September 2024 - 16:44

Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah

17 September 2024 - 19:27

Trending on Artikel

Discover more from PP. MUS Sarang

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading

batmantoto batmantoto situs togel
toto slot
slot88