Menu

Dark Mode
Keputusan Halaqoh Kebangsaan dan Ijma’ Ulama Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk Perubahan Indonesia Tentang Keharusan Memilih Pasangan Capres-Cawapres AMIN Berdasarkan Dalil Syar’i di Pondok Pesantren MUS Sarang Rembang Makna Jihad Membela Tanah Air di Era 5.0 MERAPATKAN BARISAN UNTUK PEMENANGAN AMIN DALAM PERSPEKTIF SYAR’I HUKUM MENYINGKAT KALIMAT THOYYIBAH! Meredam Fanatik ; Menguatkan Persatuan Dalam Pesta Politik. MENYAMBUT TAHUN POLITIK: HINDARI KONFLIK, PAKAI EMPATIK Setelah Komunisme,Masih Ada Kapitalisme Yang Perlu Dilawan! Malam Penuh Cinta Kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. MENGKAJI FIKIH DALAM PEMBERONTAKAN G30SPKI Sudahkah Kita Cinta Kepada Rasulullah? MEWASPADAI KEBANGKITAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA SEJARAH PKI PECI PUTIH; NUANSA BARU DALAM JAMA’AH MAKTUBAH Menyorot Fenomena Paham Islam-Kiri di Indonesia: Konvergensi atau Paradoks? KEBOHONGAN CITA-CITA MARXISME PRINSIP PENGELOLAAN HAK KEPEMILIKAN INDIVIDU DALAM ISLAM ; Menolak Tawaran Komunisme dalam Melawan Kapitalisme Kerusakan Ideologi Marxisme Perspektif Teologi Islam JEJAK HITAM PKI DARI IDELOGI KOMUNIS HINGGA SEJARAH KEJAHATAN DAN PENGIANATAN G30S Ku Putuskan Untuk …. Knock Out Rebahan ; Bangkit Sambut Masa Depan Ny. Hj. Chalimah Abdurrochim : Ibunda Hebat Di Balik Pengasuh PP. MUS Sarang BELA NEGARA INDONESIA MENURUT PANDANGAN ISLAM Esensi Sholawat Nabi Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin” Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid Muhammad Sang Nabi Pertama

Artikel

Memaknai Kemerdekaan Indonesia: Refleksi Sejarah dan Tanggung Jawab Generasi Penerus

badge-check


					Memaknai Kemerdekaan Indonesia: Refleksi Sejarah dan Tanggung Jawab Generasi Penerus Perbesar


Oleh: Ust. A. Wafir Hadi (Ustadz Takhrij Kelas 3 Ts)

Secara hitungan tahun Masehi, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mencapai usia kemerdekaan ke-79 tahun, terhitung sejak 17 Agustus 1945 hingga 17 Agustus 2024. Sedangkan dalam hitungan penanggalan Hijriah, usia kemerdekaan Indonesia mencapai 81 tahun, terhitung sejak 9 Ramadan 1364 H. Pada ulang tahun kemerdekaan ini, Pemerintah Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Ir. H. Joko Widodo mengangkat tema “Nusantara baru Indonesia Maju” sebagai bentuk menumbuhkan semangat baru yang besar dengan persatuan dan kesetaraan mencapai segala tujuan, serta menyambut Ibu Kota Nusantara (IKN).

Momen perayaan tujuh belas ini selalu diselenggarakan setiap tahun sebagai bentuk rasa tahadduts bin-ni’mah bangsa Indonesia atas anugerah kemerdekaan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Hal ini merupakan implementasi syariat Islam yang mengajarkan untuk menampakkan kenikmatan yang didapatkan sebagai bentuk rasa syukur. Dalam hadis disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ. رواه الإمام أحمد بن حنبل في مسنده

Artinya: “Seseungguhnya Allah Subhanallahu wa Ta’ala senang melihat bekas (akibat) dari nikmat yang Ia berikan kepada hambanya” (HR. Imam Ahmad bin Hanbal)

 

Proklamasi kemerdekaan merupakan impian dari setiap bangsa terutama bagi bangsa yang sudah lama dijajah seperti Indonesia. Proklamasi kemerdekaan menjadi tanda akan kemerdekaan dan kesetaraan posisi sebuah bangsa dengan di kancah internasional. Oleh karena itu, kegiatan sosial atau kemasyarakatan dalam rangka meramaikan perayaan kemerdekaan ini perlu didukung dan dilestarikan. Perayaan dapat diisi dengan membuat upacara kemerdekaan, kirim doa kepada para pahlawan hingga perlombaan antar masyarakat dan lain sebagainya. Namun, perayaan yang dilakukan diharapkan bersifat positif dan bermanfaat, tidak bertentangan dengan syariat atau merugikan umat, seperti karnaval yang diiringi backsound yang menggugah untuk joget pargoi, bahkan juga dilakukan dengan berkumpulnya lawan jenis.

Lebih penting lagi, jika dalam perayaan tersebut diisi dengan mempelajari sejarah bangsa oleh generasi muda. Hal ini dapat menumbuhkan dalam diri mereka rasa peduli, rasa memiliki, dan cinta terhadap tanah air, serta menghargai arti kemerdekaan dan turut membangun Indonesia dengan hal-hal positif yang dapat diusahakan.

1.Urgensi Meneladani Sejarah Kemerdekaan

Al-Qur’an banyak menceritakan tentang sejarah, menunjukkan pentingnya mempelajari sejarah. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ [يوسف/111]

Artinya: “Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal” (QS. Yusuf: 111)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa kisah sejarah dibuat oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala untuk dijadikan sebagai suri tauladan dan disarikan hikmahnya agar dapat diamalkan oleh generasi setelahnya. Bahkan, pentingnya sejarah juga disadari sejak masa filsuf kuno. Cicero berkata, “Historia Magistra Vitae” yang artinya “Sejarah adalah Guru Kehidupan”.

Dalam proses mencapai kemerdekaan, setiap bangsa mempunyai sejarah tersendiri. Begitu pula dengan bangsa Indonesia, yang memiliki sejarah panjang dalam proses proklamasi kemerdekaannya. Kemerdekaan Indonesia terwujud bukan secara kebetulan, melainkan melalui semangat para pahlawan dari berbagai kalangan, mulai dari Aceh hingga Merauke, termasuk dari kalangan kiai, santri, dan habaib.

Perjalanan mencapai proklamasi kemerdekaan tersebut tidaklah mudah. Terdapat berbagai jejak perjuangan nasionalisme di setiap masa dan merata di seluruh daerah di Indonesia. Sejarah mencatat perjuangan nasionalisme diawali dengan terbentuknya Organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 M.. Selain itu, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 M. juga diawali dari semangat para pemuda 17 tahun sebelumnya, tepatnya sejak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 M.. Hal ini sebagaimana pepatah arab masyhur menyebutkan:

شُبَّانُ الْيَوْمِ رِجَالُ الْغَدِ، إنَّ فِي يَدِكُمْ أَمْرُ الْأُمَّةِ وَفِي اَقْدَامِكُمٍ حَيَاتُهَا.

Artinya: “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Sesungguhnya di tanganmu-lah urusan bangsa dan dalam langkahmu tertanggung masa depan bangsa.”

 

Selain diperkenalkan tentang proses perjuangan yang begitu panjang dalam meraih kemerdekaan, pemuda saat ini juga perlu diperkenalkan dengan individu-individu para pahlawannya, siapa saja mereka dan apa sumbangsih mereka untuk kemerdekaan Indonesia. Seperti pengenalan para pahlawan dan pendiri negara, termasuk mereka yang dari kalangan kiai dan para habaib untuk meningkatkan semangat para santri agar selalu berjuang. Ini menunjukkan bahwa para pejuang memiliki semangat dan keberanian untuk mengambil keputusan membela kebenaran sesuai bakat mereka masing-masing.

2. Peduli dengan Tanah Air

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kemerdekaan Indonesia harus disyukuri oleh seluruh penduduknya dengan menyadari bahwa kemerdekaan ini adalah karunia yang sangat mulia dan merupakan amanah untuk dimanfaatkan guna meraih kembali dan mempertahankan kedaulatan negara, kehormatan, keadilan, dan kesejahteraan. Juga dengan memanfaatkannya semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan berperadaban.

Sebagai bangsa yang berjuang berabad-abad dalam mengusir para penjajah seperti Belanda,  Inggris, Portugis, dan Jepang dengan semangat takbir Allahu Akbar, menjadi sebuah ironi apabila saat meraih kemerdekaan justru membesarkan paham kesyirikan, materialisme, kapitalisme, sekulerisme, individulisme, hedonisme, serta pergaulan bebas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, akan lebih ironi lagi jika sebelum kemerdekaan sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan pendidikan tapi setelah kemerdekaan malah mengesampingkannya atau bahkan merusaknya.

Maka, kesadaran akan pentingnya menjaga kemerdekaan dan mengembangkannya adalah bentuk syukur atas kenikmatan yang besar ini. Namun, dengan sikap yang sebaliknya merupakan bentuk kufur nikmat yang mendatangkan murka dan kemerosotan. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ [إبراهيم/7]

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)

 

Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang mampu memerdekakan rakyat dan bangsanya dari ketergantungan ekonomi dan politik dari bangsa-bangsa lain serta mampu membangun kemandirian ekonomi dalam mengelola sumber ekonomi negaranya untuk menggapai kehidupan yang mandiri, adil dan sejahtera serta bermartabat. Kemerdekaan harusnya memberikan kepastian hidup yang menyejahterakan dengan alokasi sumber-sumber sosial dan ekonomi yang adil sehingga mampu membuka tabir dan sekat-sekat sosial ekonomi masyarakat untuk hidup secara harmonis dan saling menghormati

Selain itu, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang masyarakatnya merasakan adanya kepastian hukum yang tegas dan adil kepada semua pihak, di mana hukum menjadi payung dan panglima dalam berbangsa dan bernegara tanpa ada sedikit pun diskriminasi untuk semua rakyat dalam kaca mata hukum apa pun latar belakangnya. Juga mampu memudahkan masyarakat untuk memperoleh akses penghidupan yang layak, pekerjaan, informasi, pendidikan, kesehatan, perlindungan, lapangan usaha dan jaminan sosial serta bebas menjalankan syariat agama masing-masing, seperti memakai hijab bagi muslimat dan lain sebagainya.

Mempertahankan kemerdekaan bisa dihasilkan dengan memaksimalkan seluruh potensi alam, sumber daya manusia dan nilai-nilai juang bangsa Indonesia. Untuk mencapai itu, diperlukan semangat, dan kebersamaan sebagai bangsa yang besar untuk bangkit mengejar dari ketertinggalan guna mencapai kehidupan bangsa yang mandiri, adil dan makmur yang diridai oleh Allah dan terwujud Negara yang baldatun tayyibatun warabbun ghafuur.        

Rasa cinta dan peduli bisa dibuktikan dengan adanya rasa memiliki dan rasa cemburu jika kepemilikannya tidak terjaga atau bahkan diambil oleh orang lain, yang dalam Bahasa arab diistilahkan dengan ghiroh. Rasa ghiroh dapat menjadikan rakyat Indonesia tidak mau jika bangsanya merosot, bisa menjadikannya selalu berusaha memajukannya dengan kreatifitas apapun yang masing-masing miliki, juga akan mendorong mereka tidak saling berebutan hanya karena uang dan kekuasaan.

Termasuk bukti ghiroh dan peduli terhadap Indonesia adalah dengan saling mengingatkan antar masyarakat dan komponen yang ada jika ada kemaksiatan, kemungkaran atau perpecahan. KH. M. Hasyim Asy’ari telah mengingatkan dalam kitab hadits arbain beliau yang merupakan kitab rujukan dan pegangan Nahdlatul Ulama, sebuah hadis yang menerangkan pentingnya saling mengingatkan demi keamanan suatu negara, yaitu hadis:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ

“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla tidak mengazab manusia secara umum hanya karena perbuatan dosa segelintir orang, sehingga mereka melihat kemungkaran dan mereka pun mampu untuk mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka telah melakukan hal itu, maka Allah akan menyiksa segelintir orang itu dan juga manusia secara menyeluruh.”

 

  1. Abdul Qoyyum Manshur Lasem pernah menerangkan bahwa suatu negara bisa dianggap benar-benar merdeka jika telah melakukan empat perkara:
  2. Memberikan rasa aman dan nyaman untuk rakyatnya.
  3. Tidak ada intervensi dari kekuasaan asing.
  4. Tidak melakukan kezaliman berupa mengedepankan ego diri sendiri dan orang asing dengan merugikan negara.
  5. Mempunyai komitmen mencerdaskan anak bangsanya sendiri.

Kemerdekaan suatu bangsa sangat ditentukan pada seberapa besar upaya bangsa tersebut memahami pentingnya beragama, menjalankan ajaran-ajarannya termasuk perintah untuk melakukan bakti sosial dan bernegara yang baik. Agama Islam mengajarkan bukan hanya tata cara ibadah yang baik dan benar melainkan juga bagaimana suatu negara bisa dijalankan dengan baik dan mencapai kesejahteraan. Suatu bangsa bahkan individu tidak akan dianggap merdeka yang sempurna jika mereka masih mengedepankan ego dan nafsu pribadi serta cinta dunia.

3. Menciptakan Historis Baru yang Bermanfaat

Sebagaimana para pejuang telah menorehkan sejarah yang bermanfaat, maka seyogyanya hal itu dapat ditiru juga oleh para penerusnya, tidak lengah dalam menjaga amanat kemerdekaan. Allah SWT berfirman ;

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ [الرعد/11]

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (dari baik menjadi buruk) sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

 

Artinya, jika ada keburukan yang menimpa itu berarti ulah mereka sendiri. Imam al-Syauqy juga menyebutkan ;

وَاِنَّمَا اْلاُمَمُ اْلاَخْلاَقُ مَا بَقِيَتْ، فَاِنْ ذَهَبَتْ اَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا

Artinya: “Sesungguhnya kejayaan suatu bangsa terletak pada akhlak manusianya. Jika mereka telah kehilangan akhlaknya maka hancurlah bangsanya.”

 

sejarah baru yang dapat ditiru oleh penerus suatu bangsa juga akan tercatat dan nilai baik bagi penerusnya pula, begitu seterusnya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam firmannya ;

وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآَخِرِينَ [الشعراء/84]

Artinya : “dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian” (QS. Asy-Syu’ara: 84)

 

Yang terpenting adalah berusaha yang terbaik, adapun hasilnya terserah Allah yang menentukan, dalam Al-Qur’an disebutkan:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ [العنكبوت/69]

Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut: 69)

 

Kemerdekaan adalah nikmat yang perlu disyukuri dan dipertahankan. Setiap acara kemerdekaan sebenarnya bisa menjadi momen untuk meneladani arti kemerdekaan, berintrospeksi diri dan meneladani perjuangan para pejuang sebelumnya. Umar al-Mukhtar berkata:

إِنَّ اللهَ خَلَقَكَ حُرّاً، فَكُنْ حُرّاً كَمَا خُلِقْتَ، وَالحُرُّ هُوَ الّذِيْ لَا يَبِيْعُ عَقْلُهُ وَلَا فِكْرُهُ وَلَا مَوْقِفُهُ وَلَا وَطَنُهُ لِلْآخَرِيْنَ

Artinya: “Sungguh Allah menciptakanmu sebagai orang merdeka, maka jadilah orang merdeka sebagaimana kamu telah diciptakan. Orang merdeka itu tidak menjual akalnya, pikirannya, keberpihakan dan tanah airnya, kepada pihak lain!”

Facebook Comments Box


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Esensi Sholawat Nabi

1 October 2024 - 18:53

Tragedi Kelam dan Dampaknya bagi Sejarah Indonesia

30 September 2024 - 18:55

Ma’lumat Bagi Santri dan Alumni PP. MUS Sarang Tentang Tesis KH. Imaduddin & Berita HOAX “Santri PP. MUS Sarang Dipecat berkaitan dengan tesis KH. Imaduddin”

24 September 2024 - 16:44

Maulid Nabi: Tidak Semua Kemutakhiran adalah Bidah

17 September 2024 - 19:27

Menyingkap Kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama Saat Perayaan Maulid

14 September 2024 - 19:30

Trending on Artikel

Discover more from PP. MUS Sarang

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading