Oleh : M. Ahsanul Haris ( Mahasantri MAFJ Tingkat 5 )
Di Indonesia, seringkali terjadi perbedaan awal bulan Syawwal antara dua organisasi besar Islam, yaitu NU dan Muhammadiyah. Perbedaan ini dapat menimbulkan perbedaan hari raya dan waktu pelaksanaan sholat Idul Fitri. Hal yang sama dapat terjadi di bulan Dzulhijjah, di mana waktu pelaksanaan sholat Idul Adha juga bisa berbeda.
Permasalahannya, ada sebagian orang yang ditunjuk menjadi imam sholat Idul Adha dua kali di hari yang berbeda, untuk hari pertama ia menjadi imam di wilayahnya sendiri dan hari kedua ia diberi tugas menjadi imam serta memberikan khutbah di wilayah lain.
Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan bagi imam tersebut untuk melaksanakan sholat Idul Adha dua kali di hari yang berbeda?
Jawaban :
Penentuan hari raya di Indonesia antara NU dan Muhammadiyah sering kali terjadi perbedaan, Akan tetapi perbedaan diantara keduanya tidak menjadi masalah, karena keduanya mempunyai dasar masing-masing. Ormas NU dalam menentukan awal bulan menggunakan metode ru’yah, sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab, dimana keduanya telah diakui secara syara’.
Keputusan Awal bulan yang berbeda, berimbas pada pelaksanaan sholat id di hari yang berbeda. Dalam kondisi seperti ini, seseorang tidak boleh melaksanakan sholat Idul Adha semuanya, karena shalat Id yang kedua tidak bisa disebut i’adah (mengulang) karena sudah di luar waktu, juga tidak bisa disebut qadla’ karena kemarin ia telah melaksanakan shalat id secara sah.
Dengan demikian, status shalat Idul Adha yang kedua adalah fasidah yang tidak boleh dilakukan, karena dalam kondisi semacam itu seseorang tidak disunnahkan mengulangi sholat Idul Adha, meskipun mendapat tugas menjadi khathib sekaligus menjadi imam.
Kendati demikian, tidak semua shalat id yang dilakukan dua kali dianggap salah. Justru ada yang dianjurkan, yakni ketika terjadi syubhah ar-rukyah (kekaburan rukyah). Misalnya, ada seseorang yang yakin melihat bulan, sayangnya ia tidak mungkin bersaksi, karena validitas dan kredibilitasnya diragukan. Oleh karena itu, secara pribadi ia wajib berbuka (lantaran secara pribadi ia yakin bahwa saat itu tanggal 1 Syawwal) dan salat Id sendirian. Lalu, ketika masyarakat melaksanakan ‘id berjamaah, ia boleh ikut kembali dengan berniat melakukan sholat sunah mutlak atau sholat dhuha.