Oleh : Ust, M. Saifun Nashir*)

Bermuara dari scene 9/11 tragedi New York, seakan menjadi momentum bagi para anti-islam untuk semakin menghancurkan dan melumat habis umat islam, dengan berbagai propaganda intoleran, anti-perdamaian dan gerakan radikal yang disematkan pada orang muslim. Mereka benar-benar memainkan secara epik “pentas adu domba” antar muslim atau antar kelompok muslim yang sama sekali tidak punya bayangan, apalagi keinginan untuk menciptakan konflik.
Stereotip yang mereka narasikan telah berhasil terbangun, sehingga kecurigaan terhadap muslim ―islamophobia― telah tumbuh subur secara kompleks di kalangan masyarakat luas, melahirkan problem-problem dan kasus-kasus yang kadang sulit dicerna oleh akal sehat, seperti insiden Uyghur, Rohingya hingga Muslim Kashmir di India. Kemudian di Amerika, di Eropa dan di beberapa negara ada Muslim Ban terhadap jilbab misalnya. Bahkan, disayangkan negara mayoritas Islam sekalipun ikut terpapar dan terkena dampak islamophobia. Sehingga tidak jarang ditemukan kebijakan-kebijakan yang bernuansa islamphobia dan karena itu banyak rezim-rezim di negara muslim terkesan malah berbalik memusuhi Islam. Tentu saja ada dalih memerangi terorisme misalnya. Tetapi mereka melewati batas apa yang disebut sebagai memerangi terorisme.[1]
Tudingan-tudingan serta kecurigaan-kecurigaan yang terus dijual melalui portal-portal media maupun sosial media, justru mengusik ketentraman dalam berbangsa dan bernegara. Masyarakat akan resah disebabkan efek elektoralnya yang merubah kondisi maupun lingkungan sekitar menjadikan ruwet.
Padahal kalau mereka sudi mengakui fakta bahwa islam selalu berprilaku baik kepada umat manapun, tidak pernah sekalipun menebarkan ketakutan kepada siapapun, pasti cahaya kebenaran yang teduh akan mampu mereka rasakan. Hanya saja, ketidak-tahuan dan keengganan mereka menyebabkan mata dan telinga mereka tuli, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Baqarah : 17.
Dr. Adang Kuswaya, M.Ag memberi kesimpulan bahwa
“Islamophobia adalah bentuk ketakutan berupa kecemasan yang dialami seseorang maupun kelompok sosial terhadap Islam dan orang-orang Muslim yang bersumber dari pandangan yang tertutup tentang Islam serta disertai prasangka bahwa Islam sebagai agama yang ―inferior― tidak pantas untuk berpengaruh terhadap nilai-nilai yang telah ada di masyarakat”.[2]
Fenomena seperti ini sudah tidak asing lagi dalam sejarah islam, tidak lain hanyalah sebuah elemen tipu daya setan, QS. Ali Imran : 175. Jauh pada periode Nabi Musa AS, Firaun sudah pernah menggunakan propaganda dengan nada yang sama. Framing islam yang membawa pesan teror dan barbar dilakukan olehnya, QS. Ghafir : 26.
Dan pada masa Nabi Muhammad SAW pun para kafir Quraisy melancarkan serangan isu yang senada untuk melemahkan dakwah Beliau. Hal ini bukanlah dilatarbelakangi keraguan terhadap personal Nabi yang diakui sifat jujurnya oleh mereka sendiri, melainkan khawatir ajaran islam yang dibawa akan menghapuskan ritual-ritual nenekmoyang jahiliyyah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-An’am : 33
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ (الأنعام : 33)
Artinya : Benar-benar Aku telah mengerti bahwa ucapan mereka yang mengatakan mereka sungguh mendustakanmu, menjadikanmu resah. Akan tetapi orang-orang dzalim itu sungguh mengingkari ayat-ayat Allah. (QS. Al-An’am : 33).
Adanya perang yang telah dilakukan oleh Nabi berjumlah 27 dalam rangka perlawanan kepada kaum musyrik yang menyerang secara langsung ataupun tidak, menguatkan bahwa hubungan bilateral dengan para kufar pada kala itu ialah perdamaian bukan perang. Andaikan saja tidak demikian, sudah pasti Nabi yang akan menyulut peperangan. Sedangkan hadits-hadits mutawatir menyatakan dalam sejarahnya Nabi Muhammad SAW tidak pernah sekalipun memulai peperangan.[3] Demikian juga, ketika Beliau berdamai dengan Quraisy selama sepuluh tahun, tidak pernah memulai peperangan sampai mereka dahulu yang memerangi, padahal dahulu Quraisy terlebih dulu yang memerangi Nabi.[4]
Andaikan memang yang melatarbelakangi “ketakutan” itu merupakan insiden-insiden radikal yang ber-KTP-kan Islam atau memang beragama islam, sangatlah aneh, sebagai masyarakat modern yang beradab menjadikan fakta segelintir oknum dipakai untuk mengeneralisir seluruh orang yang beragama islam. Sehingga dengan dalih teror, radikal, fundamental dsb liar menyudutkan ataupun menginjak-injak umat islam.
Sebagaimana disebut diatas, fakta menyebutkan islamophobia tidak hanya subur berkembang di Negara mayoritas non-muslim. Di beberapa negara mayoritas muslim pun ikut terpapar virus ini, bahkan secara horisontal sampai orang muslim itu sendiri. Akibatnya, hanya gara-gara tidak sejalan dengan metode yang dia pakai, sesama muslim dengan mudah melabelkan kata radikal kepada saudaranya.
Tragis sekali muslimin yang diibaratkan oleh Nabi Muhammad SAW laksana satu kesatuan bangunan, menjadi tercerai-berai. Dan yang paling akut dan sangat membahyakan, terdapat sebagian yang entah atas dasar apa sampai congkak dan bringasnya menghujat para ulama hingga Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW sekalipun, membentur-benturkan satu dengan lainnya.
Ibnu Asakir berkata :
“Tubuh para ulama mengandung racun dan riwayat akan (bagaimana) adat Allah (menghukum mereka yang menyakiti ulama) telah maklum adanya”. Padahal kalau kita mau memandang secara komperhensif, masih banyak tugas yang harus ditunaikan daripada untuk hanya sekedar berbenturan satu-sama lain.
Memberi nasehat dengan nada memberi masukan atau kritik sekalipun, mendapatkan perhatian khusus oleh syari’at islam. Tidak lain dalam rangka mengawal laju roda pemerintahan agar efektif menjalankan amanah rakyat. Sampai Nabi Muhammad SAW menyebutnya sebagai “jihad yang paling utama”[5]
Hanya saja perlu difikirkan ulang, menghujat dan mencela pemimpin negara tanpa dasar yang jelas haruskah dimasukkan dalam konteks ini. Sebagaimana disampaikan oleh imam Al-Ghazali menanggapi maraknya kasus kutukan terhadap Khalifah Yazid bin Mu’awiyah, hal tersebut tidaklah dibenarkan. “Tuduhan pembunuhan itu pada dasarnya tidak atau belum terbukti, maka selama belum terbukti tidak dibenarkan menyatakan bahwa dia yang membunuh atau memberikan instruksi pembunuhan Saiyidina Husein Bin Ali Bin Abi Thalib, apalagi mengutuknya. Karena tidak diperbolehkan menisbatkan dosa besar kepada seorang muslim tanpa kepastian”. Beliau kemudian menambahkan, “Pembunuh atau dalang yang memerintahkan pembunuhan al-Husein dikutuk oleh Allah” [6]
Semakin derasnya arus informasi dengan keterbukaan yang begitu lebar, ditambah sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia, mendorong kita sebagai bangsa yang baru merayakan kemerdekaannya ke-75 sebgai anugrah dari Allah SWT untuk semakin dewasa. Tidak mudah diperalat oleh hasutan dari pihak yang tidak bertanggungjawab. Kita pasti bisa buktikan kepada mereka bahwa salah besar, jika mereka ingin membodohi kita, menmbentur-benturkan kita untuk kepentingan merebut kenikmatan yang telah Allah Ta’ala anugrahkan kepada negeri ini. (MSN/ppmus.com)
وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ( الشعراء : 182)
إحياء علوم الدين – (ج 3 / ص 32)
بيان تفصيل مداخل الشيطان إلى القلب
اعلم أن مثال القلب مثال حصن والشيطان عدو يريد أن يدخل الحصن فيملكه ويستولي عليه ولا يقدر على حفظ الحصن من العدو إلا بحراسة أبواب الحصن ومداخله ومواضع ثلمه ولا يقدر على حراسة أبوابه من لا يدري أبوابه فحماية القلب عن وسواس الشيطان واجبة وهو فرض عين على كل عبد مكلف وما لا يتوصل إلى الواجب إلا به فهو أيضا واجب ولا يتوصل إلى دفع الشيطان إلا بمعرفة مداخله فصارت معرفة مداخله واجبة ومداخل الشيطان وأبوابه صفات العبد وهي كثيرة ولكنا نشير إلى الأبواب العظيمة الجارية مجرى الدروب التي لا تضيق عن كثرة جنود الشيطان -إلى أن قال- ومن أبوابه العظيمة التوصل التعصب للمذاهب والأهواء والحقد على الخصوم والنظر إليهم بعين الأزدراء والاستحقار وذلك مما يهلك العباد والفساق جميعا فإن الطعن فيالطبع من الصفات السبعية فإذا خيل إليه الشيطان أن ذلك هو الحق وكان موافقا لطبعه غلبت حلاوته على قلبه فاشتغل به بكل همته وهو بذلك فرحان مسرور يظن أنه يسعى في الدين وهو ساع في اتباع الشياطين فترى الواحد منهم يتعصب لأبي بكر الصديق رضي الله عنه وهو آكل الحرام ومطلق اللسان بالفضول والكذب ومتعاط لأنواع الفساد ولو رآه أبو بكر لكان أول عدو له إذ موالي أبي بكر من أخذ سبيله وسار بسيرته وحفظ ما بين لحييه.
الزواجر عن اقتراف الكبائر – (ج 1 / ص 217)
وَمِنْهَا : التَّعَصُّبُ لِلْمَذَاهِبِ وَالْأَهْوَاءِ ، وَالْحِقْدُ عَلَى الْخُصُومِ ، وَالنَّظَرُ إلَيْهِمْ بِعَيْنِ الِازْدِرَاءِ وَالِاحْتِقَارِ ، وَذَلِكَ مِمَّا يُهْلِكُ الْعِبَادَ وَالْعُلَمَاءَ فَضْلًا عَنْ غَيْرِهِمْ ، فَإِنَّ الِاشْتِغَالَ بِالطَّعْنِ فِي النَّاسِ وَذِكْرِ نَقَائِصِهِمْ مِمَّا جُبِلَ عَلَيْهِمْ الطَّبْعُ ، فَإِذَا خَيَّلَ الشَّيْطَانُ إلَيْهِ أَنَّ ذَلِكَ هُوَ الْحَقُّ زَادَ فِيهِ وَاسْتَكْثَرَ وَحَلَا لَهُ وَفَرِحَ بِهِ ظَنًّا مِنْهُ أَنَّهُ يَسْعَى فِي الدِّينِ وَمَا هُوَ إلَّا سَاعٍ فِي اتِّبَاعِ الشَّيْطَانِ دُونَ اتِّبَاعِ الْمُتَعَصَّبِ لَهُ مِنْ الصَّحَابَةِ أَوْ مَنْ بَعْدَهُمْ ، وَلَوْ اعْتَنَى بِصَلَاحِ نَفْسِهِ وَكَانَ عَلَى نَحْوِ أَخْلَاقِ مَنْ تَعَصَّبَ لَهُ لَكَانَ ذَلِكَ هُوَ الْأَوْلَى لَهُ وَالْأَحْرَى بِهِ ، وَظَنُّ أَنَّ التَّعَصُّبَ لَهُ بِنَقْصِ النَّاسِ وَاحْتِقَارِهِمْ بِحُبِّهِ إلَيْهِ كَاذِبٌ ، فَإِنَّهُ لَوْ كَانَ حَيًّا لَمْ يَتَعَصَّبْ لِنَفْسِهِ وَعَفَا عَمَّنْ سَفِهَ عَلَيْهِ فَاتِّبَاعُهُ أَوْلَى بِذَلِكَ مِنْهُ ، وَكُلُّ مَنْ تَعَصَّبَ لِإِمَامٍ وَلَمْ يَسِرْ عَلَى سِيرَتِهِ فَذَلِكَ الْإِمَامُ هُوَ خَصْمُهُ وَمِنْ جُمْلَةِ الْمُوَبِّخِينَ لَهُ ، وَقَدْ { قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِفَاطِمَةَ وَهِيَ بَضْعَةٌ مِنْهُ : اعْمَلِي فَإِنِّي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا } .
فَعَلَيْكَ أَنْ تُصْلِحَ بَاطِنَك وَظَاهِرَك ، وَلَا تَشْتَغِلْ بِغَيْرِك إلَّا حَيْثُ كَلَّفَك الشَّرْعُ بِذَلِكَ ، كَأَنْ تَأْمُرَ بِمَعْرُوفٍ وَتَنْهَى عَنْ مُنْكَرٍ بَعْدَ اسْتِيفَائِك لِشُرُوطِهِ الشَّرْعِيَّةِ .
*) Mahasantri Marhalah Tsaniyah Ma’had Aly Fadhlul Jamil PP. MUS
[1] Dr. Adang Kuswaya, M.Ag, Melawan Islamophobia
[2] Ibid
[3] Ibn Taimiyah, Risalah Al-Qital
[4] Ibn Qayyim, Hidayah al-Khiyari fi Ajwibah al-Yahud wan Nashaara
[5] al-Hakim, Mustadrak ala ash-Shahihain
[6] al-Ghazali, Ihya Ulumuddin